Dalam dunia pewayangan kita kenal cerita Baratayudha, yaitu peperangan antara Pandawa dengan Kurawa di medan perang yang dinamakan Padang Kurusetra. Perang jihad antara kekuatan napsu positif (Pandawa Lima) melawan napsu negatif (Kurawa dengan 100 pasukan) di arena perang kalbu (Padang Kurusetra). Ini merupakan peperangan yang maha berat dan merupakan sejatinya perang (jihad fi sabillillah) atau perang di jalan kebenaran.
Hakekat dari peperangan tersebut adalah merupakan pertarungan sengit antara napsu positif melawan nafsu negatif (setan). Bilamana napsu positif memenangkan niscaya kedamaian, ketentraman, kasih sayang akan diperolehnya, sebaliknya bilamana napsu negatif yang unggul maka muncullah keserakahan, katamakan, kebencian, kehancuran dan lain sebagainya. Terjadinya perang di Palestina merupakan salah satu bukti napsu negatip memegang kendali.
Salah satu cara untuk memenangkan pertarungan tersebut, tradisi budaya jawa mengajarkan laku tapa prihatin (puasa) guna memperoleh kemenangan dengan melalui tahapan seperti yang dikiaskan kedalam nada suara/bunyi instrument Gamelan Jawa. Kita mengenal diantara beberapa perangkat gamelan ada yang dinamakan Kempul, Kenong dan Bonang yang dapat menimbulkan bunyi, NENG, NING, NUNG, NANG.
Setelah mencapai tahapan Nang yang artinya menang, kemenangan yang berupa anugerah, kenikmatan dalam segala bentuknya serta meraih kehidupan sejati, kehidupan yang dapat memberi manfaat (rahmat) untuk seluruh makhluk dan alam semesta. Wilujeng dan rahayu widodo menjadi idaman setiap insan manusia,
Neng adalah syariatnya, Ning adalah tarekatnya, Nung adalah hakekatnya, Nang adalah makrifatnya. Ujung dari empat tahap tersebut adalah kodrat (Sastrajendra hayuningrat pangruwating diyu).
Dipetik dari : Sukalaras
Sumber dari Kang Mas Sabdalangit