Kamis, 09 Desember 2010

LELAKONE LAKON WAYANG_2


Anggada

ANGGADA berwujud kera berbulu merah, tetapi dapat berbicara dan beradat - istiadat seperti manusia. Anggada adalah putra Resi Subali dari pertapaan Sunyapringga dengan Dewi Tara, putri sulung Bathara Indra dengan Dewi Wiyati. Ia berperawakan gagah perkasa dan sangat sakti. Anggada mempunyai difat dan perwatakan ; pemberani, cerdik, pandai, tangkas trengginas dan mudah naik darah/pemarah.
Sejak bayi Anggada hidup dalam asuhan pamannya, Prabu Sugriwa, raja kerajaan Gowa Kiskenda, karena ketika Resi Subali meninggal ia masih dalam kendungan. Mejelang pecah perang Alengka, Anggada dijadikan duta oleh Ramawijaya untuk meminta kepastian Prabu Dasamuka. Dewi Sinta akan diserahkan secara damai, atau akan tetap dipertahankan dan direbut dengan jalan peperangan. Pada saat itu Prabu Rama dan balatentara kera dari Gowa Kiskenda telah berada di pesangrahan Suwelagiri, wilayah negara Alengka.

Karena termakan hasutan Prabu Dasamuka perihal kematian Resi Subali yang dibunuh Ramawijaya, Anggada berbalik akan membunuh Prabu Ramawijaya sebagai balas dendam kematian ayahnya. Tapi akhirnya ia dapat ditundukkan oleh Anoman dan disadarkan Ramawijaya. Anggada kemudian kembali menyerang Alengka dan berhasil membawa pulang mahkota Prabu Dasamuka.

Dalam perang Alengka. Anggada menunjukkan kegagahannya. Ia banyak membunuh senapati Alengka. Setelah perang Alengka berakhir, Anggada kembali ke Gowa Kiskenda, kemudian bertapa di pertapaan Sunyapringga sampai akhir hayatnya.

Anila

ANILA berwujud wanara/kera berbulu biru tua. Kalau berjalan cepat seperti angin. Ia adalah salah satu senapati perang balatentara kera kerajaan Kiskenda di bawah pimpinan Prabu Sugriwa. Anila terjadi dari ciptaan Bathara Narada, sehingga bentuknya kerdil pendek mirip dengan penciptanya.

Anila sangat sakti. Ia memiliki sifat dan perwatakan; pemberani, cerdik, pandai, tangkas dan trengginas. Oleh Prabu Sugriwa, Anila diangkat menjadi patih negara Gowa Kiskenda. Dalam perang Alengka, Anila tampil sebagai senapati perang menghadapi patih negara Alengka, Arya Prahasta. Perang seru terjadi, Prahasta yang tingi besar dan gagah perkasa melawan Anila yang tangkas, gesit dan trengginas.
Pada saat terdesak sampai di pinggir arena peperangan, Anila melihat sebuat tugu batu. Dengan mengerahkan seluruh tenaganya, Anila mengangkat tugu tersebut dan dihantamkan ke kepala Prahasta. Akibat benturan yang sangat keras, kepala Prahasta hancur dan mati seketika. Tugu batupun ikut hancur, yang seketika berubah wujud menjadi Dewi Indradi/Windradi, istri Resi Gotama dari pertapaan Erraya/Grastina. Dewi Indradi adalah ibu dari Dewi Anjani, Subali dan Sugriwa. Setelah mengucapkan
terimaksih pada Anila, Dewi Indradi kembali ke kahyangan Kaindran, hidup sebagai bidadari.
Setelah perang Alengka berakhir, Anila kembali ke Gowa Kiskenda. Seperti wanara yang lain, Anila tidak dapat diketahui akhir hidupnya

Anjani

DEWI ANJANI adalah putri sulung Resi Gotama, brahmana dari pertapaan Erraya/Gratisna, dengan Dewi Indradi/Windradi, bidadari keturunan Bahtara Asmara. Ia mempunyai dua orang saudara kandung bernama; Subali/Guwarsi dan Sugriwa/Guwarsa.Dewi Anjani berparas sangat cantik dan menarik hati. Ia memiliki Cupumanik Astagina pemberian ibunya, hadiah perkawinan Dewi Indradi dari Bathara Surya. Bila cupu itu dibuka di dalamnya akan dapat dilihat segala peristiwa yang terjadi di angkasa dan di bumi sampai tingkat ketujuh.

Pada suatu hari, Subali dan Sugriwa mempergoki Dewi Anjani sedang bermain dengan cupu tersebut. Karena tidak boleh meminjamnya, Subali dan Sugriwa mengadu kepada ayahnya, Dewi Anjani dipanggil dan cupu diminta oleh Resi Gotama. Dewi Indradi yang tetap membisu tak mau mengaku darimana ia mendapatkan cupu tersebut, dikutuk Resi Gotama menjadi tugu batu yang kemudian dibuang ke udara
jatuh ke wilayah negara Alengka.

Demi adilnya, Cupumanik Astagina dibuang ke udara oleh Resi Gotama untuk diperebutkan kedua putranya. Cupu jatuh di hutan pecah menjadi dua berubah wujud menjadi telaga Sumala dan telaga Nirmala. Dewi Anjani, Subali dan Sugriwa yang masuk kedalam telaga Sumala berubah wujud menjadi kera.

Untuk menebus kesalahan dan agar bisa kembali lagi menjadi manusia, atas petunjuk ayahnya, Dewi Anjani melakukan tapa Nyantika (seperti katak) di telaga Madirda. Dalam tapanya itulah ia hamil karena menelan "air kama" Bathara Guru melalui selembar daun sinom. Dewi Anjani kemudian melahirkan jabang bayi berwujud kera putih yang diberi nama Anoman. Beberapa saat setelah melahirkan Anoman, Dewi Anjani mendapat pengampunan Dewa, ia kembalui menjadi putri berparas cantik, dan diangkat ke kahyangan Kaideran sebagai bidadari.

Anoman

ANOMAN berwujud kera putih, tetapi dapat berbicara dan beradat-istiadat seperti manusia. Ia juga dikenal dengan nama ; Anjanipura (putra Dewi Anjani), Bayudara (putra Bathara Bayu), Bayusiwi, Guruputra (putra Bathara Guru), Handayapati (mempunyai kekuatan yang sangat besar), Yudawisma (panglima perang), Haruta (angin), Maruti, Palwagaseta (kera putih), Prabancana, Ramandayapati (putra angkat Sri Rama), Senggana (panglima perang), Suwiyuswa (panjang usia) dan Mayangkara (roh suci, gelar setelah menjadi pendeta di Kendalisada). Anoman adalah putra Bathara Guru dengan Dewi Anjani, putri sulung Resi Gotama dengan Dewi Windradi dari pertapaan Erriya/Grastina.

Anoman merupakan makluk kekasih dewata. Ia mendapat anugerah Cupumanik Astagina, juga ditakdirkan berumur panjang, hidup dari jaman Ramayana sampai jaman Mahabharata, bahkan sampai awal/memasuki jaman Madya. Anoman memiliki beberapa kesaktian. Ia dapat bertiwikrama, memiliki Aji Sepiangin (dari Bathara Bayu), Aji Pameling (dari Bathara Wisnu), dan Aji Mundri (dari Resi Subali). Tata pakaiannya yang melambangkan kebesaran, antara lain ; Pupuk Jarotasem Ngrawit, Gelung Minangkara, Kelatbahu Sigar Blibar, Kampuh/Kain Poleng berwarna hitam, merah dan putih, Gelang/Binggel Candramurti dan Ikat Pinggang Akar Mimang.

Anoman tiga kali menikah. Pertama dengan Dewi Urangrayung, putri Bagawan Minalodra dari Kandabumi. berputra Trigangga/Triyangga, berujud kera putih. Istri kedua bernama Dewi Sayempraba, putri raksasa Wisakarma dari Gowawindu, tidak mempunyai anak. Anoman kemudian menikah dengan Dewi Purwati, putri Resi Purwapada dari pertapaan Andonsumawi, berputra Purwaganti. Anoman mempunyai perwatakan ; pemberani, sopan-santun, tahu harga diri. setia. prajurit ulung, waspada, pandai berlagu, rendah hati,
teguh dalam pendirian, kuat dan tabah. Ia mati moksa, raga dan sukmanya lenyap di pertapaan
Kendalisada.

Arjunasasra

PRABU ARJUNASASRA yang waktu mudanya bernama Arjunawijaya, adalah putra Prabu Kartawirya raja negara Maespati dengan permaisuri Dewi Hagnyawati. Prabu Arjunasasra diyakini sebagai raja penjelmaan Bathara Wisnu, bila bertiwikrama dapat beralih rupa menjadi Brahalasewu, raksasa sebesar bukit, berkepala seratus, bertangan seribu yang semuanya memegang berbagai macam senjata. Karenanya ia termashur disebut dengan nama Arjunasasrabahu, artinya, Sang Arjunawijaya yang bertangan seribu.

Sebagai titisan Bathara Wisnu, Prabu Arjunasasra selain sangat sakti dan dapat bertiwikrama, juga memiliki senjata Cakra. Ia merupakan raja satu-satunya yang dapat menaklukan Prabu Dasamuka, raja negara Alengka. Selain ahli dalam tata kenegaraan dan tata pemerintahan, Prabu Arjunasasra juga ahli dalam tata gelar perang, baik tata gelar pasukan maupun perorangan. Dalam masa kekuasaannya, Maespati menjadi sebuah negara besar yang membawahi lebih seratus negara jajahan. Ia mempunyai seorang patih yang sangat terkenal bernama Patih Suwanda/Bambang Sumantri, putra Resi Suwandagni dari pertapaan Argasekar.

Prabu Arjunasasra menikah dengan Dewi Citrawati, putri Prabu Citradarma dari negara Magada. Dari perkawinan tersbut ia memperoleh seorang putra bernama Ruryana. Akhir riwayatnya diceritakan, setelah

kematian Dewi Citrawati dan Patih Suwanda, Prabu Arjunasasra pergi mengembara untuk encari kematian. Ia kemudian bertemu dengan Ramaparasu yang mempunyai maksud sama. Dalam mengadu kesaktian, Prabu Arjunasasra tewas oleh panah Bargawastra yang dilepas Ramaparasu.

Aswanikumba

Ditya ASWANIKUMBA adalah putra kedua Arya Kumbakarna dengan Dewi Aswani .Ia mempunyai kakak kandung bernama Kumba-Kumba. Aswanikumba tinggal bersama orang tuanya di kesatrian/negara Leburgangsa, wilayah negara Alengka.

Aswanikumba sangat sakti. Memiliki sifat dan perwatakan; pemberani, jujur, setia dan sangat patuh. Pada saat pecah perang besar Alengka, negara Alengka diserang oleh balatentara kera Prabu Rama di bawah pimpinan Prabu Sugriwa, raja kera dari Gowa Kiskenda dalam upaya membebaskan Dewi Sinta dari sekapan Prabu Dasamuka, Aswanikumba masih kanak-kanak. Atas perintah Prabu Dasamuka, Aswanikumba maju ke medan perang karena ayahnya, Kumbakarna sedang tidur dan tak bisa dibangunkan.

Aswanikumba tewas dalam pertempuran melawan Leksmana. Mati oleh panah sakti Surawijaya.

Barata

BARATA di sini yang tersebut dalam kitab Ramayana, adalah putra Prabu Dasarata, raja negara Ayodya dengan permaisuri ketiga Dewi Kekayi, putri Prabu Kekaya raja negara Padnapura. Ia mempunyai dua orang adik kandung bernama; Satrugna dan Dewi Kawakwa. Barata juga mempunyai dua orang saudara seayah lain ibu masing-masing bernama ; Ramawijaya, dari permaisuri Dewi Kusalya, dan Leksmana dari permaisuri Dewi Sumitra.

Barata berwajah tampan. Oleh para brahmana ia diyakini sebagai penjelmaan Dewa Darma yang berwatak adil, jantan dan jujur. Dengan tegas Barata menolak naik tahta menjadi raja negara Ayodya menggantikan ayahnya, Prabu Dasarata yang meninggal karena sakit mendadak. Barata menentang dan menolak keinginan ibunya, Dewi Kekayi karena ia merasa tidak berhak menjadi raja negara Ayodya sebagai negara leluhur Dewi Kusalya, ibu Ramawijaya.

Barata baru bersedia menjadi raja negara Ayodya mewakili Ramawijaya setelah ia bertemu dengan Ramawijaya di atas gunung Citrakuta/Kutarunggu dan mendapat wejangan ajaran Astabrata yang berisi delapan pedoman kepemimpinan seorang raja. Barata menjadi raja Ayodya selama 13 tahun, sampai Ramawijaya kembali dari pengasingan setelah berakahirnya perang Alengka. Ia kemudian hidup brahmacari sampai meninggalnya.

Citrawati

DEWI CITRAWATI adalah putri sulung Prabu Citradarma, raja negara Magada dengan permaisuri Dewi Citraresmi. Ia mempunyai adik kandung bernama Citragada, yang kemudian menjadi raja negara Magada menggantikan ayahnya. Dewi Citrawati diyakini sebagai titisan Bathari Sri Widowati. Berwajah sangat cantik, anggun penampilannya, jatmika dan suci trilaksita (ucapan, pikiran dan hati) nya.

Ketika remaja, Dewi Citrawati pernah menjadi lamaran raja-raja seribu negara yang dibawah pimpinan Prabu Darmawasesa, raja negara Widarba membuat perkemahan di luar kota Magada untuk sewaktu-waktu menyerang kota Magada. Kedatangan Bambang Sumantri sebagai utusan resmi Prabu Arjunasasara, raja negara Maespati untuk melamar dirinya, dapat diterima Dewi Citrawati dengan persyaratan, Sumantri dapat memberikan putri Domas (800 orang), karena Dewi Citrawati ingin bersuamikan satria penjelmaan Dewa Wisnu. Sumantri dapat memenuhi persyaratan tersebut setelah menaklukan Prabu Darmawasesa dan sekutunya. Dewi Citrawati kemudian diboyong ke negara Maespati dan diperistri Prabu Arjunasasra. Dari perkawinan tersebut ia memperoleh seorang putra bernama Ruryana.

Akhir riwayat Dewi Citrawati diceritakan, ia meninggal bunuh diri karena ditipu Wil Sukrasarana, punggawa Prabu Dasamuka yang melapor bahwa Prabu Arjunasasra gugur dalam pertempuran melawan Prabu Dasamuka. Sedangkan menurut kisah pedalangan, jenazah Dewi Citrawati dihidupkan kembali oleh Hyang Waruna. Dewi Citrawati meninggal terjun kedalam pancaka (api pembakaran jenazah) belapati atas kematian Prabu Arjunasasra yang tewas dalam pertempuran melawan Ramaparasu.

Danaraja

PRABU DANARAJA yang waktu mudanya bernama Wisrawana, dikenal pula dengan nama gelar, Prabu Danapati dan Prabu Bisawarna. Ia adalah putra tunggal Resi Wisrawa, raja negara Lokapala dengan permaisuri Dewi Lokawati, putri Prabu Lowana dengan Dewi Lokati. Danaraja juga mempunyai empat saudara seayah lain ibu, putra Resi Wisrawa dengan Dewi Sukesi, putri Prabu Sumali dari negara Alengka, masing-masing bernama : Rahwana/Dasamuka, Arya Kumbakarna, Dewi Sarpakenaka dan Arya Wibisana.

Prabu Danaraja menjadi raja negara Lokapala menggantikan ayahnya, Resi Wisrawa yang mengundurkan diri hidup sebagai brahmana di pertapaan Girijembatan. Ia sangat sakti karena memiliki Aji Rawarontek dan pusaka Gandik Kencana. Prabu Danaraja gagal memperistri Dewi Sukesi, putri Prabu Sumali raja negara Alengka. Dewi Sukesi diperistri ayahnya sendiri, Resi Wisrawa yang telah berhasil menjabarkan ilmu "Sastra Harjendra Yuningrat" dan membunuh Ditya Jambumangli. Prabu Danaraja kemudian menyerang negara Alengka dan bertempur dengan ayahnya sendiri. Dalam pertempuran tersebut, ia berhasil membunuh Resi Wisrawa. .

Beberapa tahun kemudian perbuatan Prabu Danaraja dibalas oleh Rahwana/Dasamuka. Ia tewas terbunuh dalam peperangan melawan Dasamuka. Sebelum menemui ajalnya, Prabu Danaraja terlebih dahulu menyerahkan Aji Rawarontek dan pusaka Gandik Kencana kepada Dasamuka/Rahwana.

Dasamuka

DASAMUKA atau Rahwana adalah putra Resi Wisrawa dengan Dewi Sukesi, putri Prabu Sumali, raja negara Alengka. Ia mempunyai tiga orang saudara kandung masing-maasing bernama; Arya Kumbakarna, Dewi Sarpakenaka dan Arya Wibisana. Dasamuka juga mempunyai saudara seayah lain ibu bernama Wisrawana/Prabu Danaraja raja negara Lokapala, putra Resi Wisrawa dengan Dewi Lokawati.
Dasamuka berwatak angkara murka, ingin menangnya sendiri, penganiaya dan penghianat. Berani dan selalu menurutkan kata hati. Ia sangat sakti. Memiliki Aji Rawarontek dari Prabu Danaraja dan Aji
Pancasona dari Resi Subali. Dasamuka menjadi raja negara Alengka mengantikan kakeknya, Prabu Sumali dengan menyingkirkan pamannya, Prahasta. Ia membunuh Prabu Danaraja, kakak tirinya dan merebut negara Lokapala.
Dasamuka pernah menyerang Suralaya dan memperoleh Dewi Tari, putri Bathara Indra dengan Dewi Wiyati. yang menjadi istrinya dan berputra Indrajid/Megananda. Dasamuka juga menikah dengan Dewi Urangrayung, putri Bagawan Minalodra, dan berputra Pratalamayam. Dari beberapa orang istri lainnya,
Dasamuka berputra antara lain; Yaksadewa, Trisirah, Trimuka, dan Trimurda. Dasamuka sangat menginginkan dapat memperistri wanita titisan Bathari Sri Widowati. Ia pernah mengejar-ngejar Dewi Kusalya, ibu Prabu Rama, dan kemudian menculik serta mensekap Dewi Sinta, istri Prabu Rama selama hampir 12 tahun di taman Hargasoka negara Alengka.
Kesaktian dan keangkaramurkaan Prabu Dasamuka hanya dapat diatasi/ditaklukan oleh Prabu Arjunasasra, raja negara Maespati, dan Resi Subali, brahmana kera dari pertapaan Sonyapringga. Akhirnya Prabu
Dasamuka harus mati oleh Prabu Ramawijaya, satria titisan Bathara Wisnu. Seluruh kesaktiannya musnah oleh daya kesaktian panah Gowawijaya.

Dasarata

DASARATA adalah putra Prabu Aya, raja negara Duryapura dengan permaisuri Dewi Tunjungbiru, putri Bathara Kandikota. Ia menjadi murid Resi Yogiswara dari pertapaan Yogisrama di hutan Dandaka. Dasarata kemudian menikah dengan Dewi Kusalya, putri tunggal Prabu Banaputra dengan Dewi Barawati dari negara

Ayodya. Ia dinobatkan menjadi raja Ayodya mengantikan mertuanya, Prabu Banaputra yang terbunuh mati dalam pertempuran melawan Prabu Dasamuka, raja negara Alengka. Dari permaisuri Dewi Kusalya, ia memperoleh seorang putra bernama Ramawijaya/Ramaragawa.

Atas seijin Dewi Kusalya, Prabu Dasarata mempunyai pula dua orang permaisuri yang lain, yaitu : 1. Dewi Sumitra, putri Prabu Ruryana raja Maespati berputra Laksmana. 2. Dewi Kekayi, putri Prabu Kekaya raja negara Padnapura, berputra tiga orang masing-masing bernama; Barata, Satrugna dan Dewi Kawakwa.

Prabu Dasarata meninggal karena sakit akibat kesedihan yang beruntun. Pertama ia gagal menobatkan Ramawijaya sebagai putra mahkota, dan kedua harus merelakan kepergian Rama yang diikuti oleh Dewi Sinta dan Laksamana meninggalkan negara Ayodya untuk menjalani pengasingan selama 13 tahun. Semua itu karena tuntutan Dewi Kekayi yang menghendaki Barata menjadi raja negara Ayodya.

Dentawilukrama

DENTAWIKLUKRAMA adalah putra kedua (bungsu) Arya Wibisana dari negara Alengka dengan Dewi Triwati, seorang hapsari keturunan Sanghyang Taya. Ia mempunyai kakak kandung bernama Dewi Trijata yang menjadi isteri Resi Jembawan dan tinggal di pertapaan Gadamadana.

Pada waktu terjadi perang Alengka, negara Alengka diserbu balatentara kera Prabu Rama di bawah pimpibnan Narpati Sugriwa, raja kera kerajaan Gowa Kiskenda, Dentawilikrama masih kecil. Ia tinggal bersama ibunya, Dewi Triwati di kesatrian Antarapura. Setelah berakhirnya perang Alengka dan ayahnya, Arya Wibisana dinobatkan menjadi raja negara Alengka yang pusat pemerintahnanya dipindahkan ke Singgela, Dentawilukrama ditetapkan sebagai putra mahkota kerajaan Singgela.

Setelah Prabu Wibisana mundur dari tampuk pemerintahan dan hidup sebagai brahmana, Dentawilukrama dinobatkan sebagai raja negara Singgela, bergelar Prabu Bisawarna. Ia berumur panjang, hidup sampai jaman Mahabhrata (Pandawa-Kurawa). Prabu Bisawarna mewarisi upacara kerajaan/keprabon (Jawa) pusaka peninggalan Sri Ramawijaya yang berupa ; Balai Kencana Saka Domas, yaitu balai Sri Rama waktu bersingasana di Suwelagiri (balai dibuat dari emas yang bertiang delapan ratus), dan kereta bernama Jatasura berkuda yaksa/raksasa, yaitu kereta Sri Rama pada waktu perang tanding melawan Prabu Dasamuka. Kedua pusaka tersebut pernah dipinjam Pandawa pada waktu perkawinan Arjuna dengan Dewi Sumbadra.

Prabu Bisawarna meninggal dalam usia lanjut. Jenazahnya dimakamkan di gunung Kutarunggu. Di sebelah makam Prabu Rama, Laksmana dan Arya Wibisana.

Gotama

RESI GOTAMA adalah seorang brahmana di pertapaan Dewasana /Grastina. Ia putra tunggal Resi Dewasana, putra sulung Bathara Dewanggana yang merupakan cucu buyut Bathara Surya. Resi Gotama bersaudara sepupu dengan Prabu Heriya, raja negara Maespati yang merupakan kakek Prabu Arjunasasrabahu , dan Resi Wisanggeni dari pertapaan Ardi Sekar yang merupakan kakek dari Bambang Sumantri dan Ramaparasu (Ramabargawa).

Resi Gotama sangat sakti dan termasyur dalam ilmi Kasidan. Resi Gotama menikah dengan Dewi Indradi/Windradi, seorang bidadari keturunan Bathara Asmara. Dari perkawinan tersebut ia memperoleh tiga orang putra masing-masing bernama; Dewi Anjani, Subali/Guwarsi dan Sugriwa/Guwarsa. Malapetaka telah terjadi atas keluarganya akibat Cupumanik Astagina, milik Dewi Indradi sebagai hadiah perkawinan dari Bathara Surya. Cupu yang diberikan kepada Dewi Anjani menjadi perebutan dengan Subali dan Sugriwa. Dewi Indradi yang bersikap membisu tentang asal-usul Cupu tersebut, dikutuk oleh Resi Gotama menjadi tugu batu dan dibuang ke angkasa jatuh di wilayah negara Alengka.

Untuk keadilan Resi Gotama membuang Cupumanik Astagina ke udara untuk diperebutkan ketiga putranya. Cupu jatuh di hutan pecah menjadi dua buah telaga bernama telaga Sumala dan telaga Nirmala.

Dewi Anjani, Subali dan Sugriwa yang terjun ke dalam telaga Sumala berubah wujud menjadi kera. Untuk menebus kesalahan dan agar bisa kembali menjadi manusia. Resi Gotama menganjurkan ketiga putranya untuk pergi bertapa. Dewi Anjani bertapa nyantika (seperti katak) di telaga Madirda, Subali melakukan tapa ngalong (seperti kelelawar) dan Sugriwa melakukan tapa seperti kijang di hutan Sunyapringga.

Resi Gotama meninggal dalam usia lanjut, menyusul kematian Dewi Anjani yang baru saja melahirkan Anoman.


Indradi

DEWI INDRADI/WINDRADI adalah bidadari kahyangan Kaideran, keturunan Bathara Asmara. Oleh Bathara Guru ia dianugerahkan kepada Resi Gotama, brahamana dari pertapaan Erraya/Grastina karena banyak jasanya kepada Dewata. Pada saat perkawinannya, Bathara Surya memberinya hadiah pusaka Kadewatan berupa Cupumanik Astagina dengan pesan agar disimpan dengan sangat rahasia.
Dari perkawinananya dengan Resi Gotama, Dewi Indradi memperoleh tiga orang putra masing-masing
bernama; Dewi Anjani, Subali/Guwarsi dan Sugriwa/Guwarsa. Saat Dewi Anjani remaja, oleh Dewi Indradi, cupu diberikan kepada putrinya. Pada suatu ketika saat Dewi Anjani sedang bermain dengan cupu, datang Subali dan Sugriwa ingin melihatnya. Karena tak diijinkan oleh Dewi Anjani, Subali dan Sugriwa mengadu kepada ayahnya.

Suatu malapetaka terjadi. Dewi Indradi yang bersikap membisu saat ditanyakan asal- usul Cupu tersebut, dikutuk oleh Resi Gotama menjadi tugu batu, yang kemudian dibuang ke angkasa jatuh di wilayah negara Alengka. Untuk keadilan, oleh Resi Gotama cupu dibuang ke udara untuk diperebutkan ketiga putranya. Cupu jatuh di hutan dan berubah menjadi telaga Sumala dan telaga Niramala. Dewi Anjani, Subali dan Sugriwa yang terjun kedalam telaga Sumala berubah wujud menjadi kera.

Akhir riwayat Dewi Indradi diceritakan; ia berubah wujud kembali menjadi manusia setelah patung batunya digunakan oleh Anila untuk memukul kapala patih Prahasta sampai mati saat berlangsungnya perang Alengka. Dewi Indradi kembali ke kahyangan Kaideran hidup sebagai bidadari.

Indrajid

INDRAJID atau Megananda (pedalangan Jawa) adalah putra mahkota negara Alengka. Ia adalah putra Prabu Rahwana/Dasamuka dengan permaisuri Dewi Tari, putri Bathara Indra dengan Dewi Wiyati. Indrajid mempunyai beberapa orang saudara seayah lain ibu masing-masing bernama ; Pratalamariyam dari ibu Dewi Urangrayung, Yaksadewa, Trisirah dan Trimuka dari ibu Dewi Wisandi serta Trimurda.

Selain sakti, Indrajid juga menpunyai pusaka-pusaka andalan yang tiada tanding, antara lain; Panah Nagapasa, Senjata Rantai dan Ajisirep Megananda. Ia juga mempunyai kereta perang yang ditarik raksasa berkepala singa bernama Yaksasinga. Indrajid mepunyai sifat mudah naik darah, wataknya bengis, kejam dan mau menangnya sendiri. Ia merupakan senapati perang andalan Prabu Dasamuka yang bertugas menaklukan negara-negara sekitarnya, Indrajid mempunyai seorang istri bernama Dewi Sumbaga, putri dari negara Kotawindu.

Pada waktu pecah perang besar Alengka, negara Alengka diserang balatentara kera Prabu Rama dalam upaya membebaskan Dewi Sinta yang disekap Prabu Dasamuka, Indrajid tampil sebagai senapati perang Alengka. Ia berperang melawan Jaya Anggada saudara sepupunya sendiri., putra Resi Subali dengan Dewi Tari. Keduanya sama-sama sakti dan perkasa. Perang antara kedua cucu Bathara Indra itu berlangsung seru dan dahsyat, disaksikan para Dewa dan bidadari. Tapi akhirnya, Indrajid dapat dibinasakan oleh Laksamana dengan panah sakti Surawijaya.

Jamadagni

JAMADAGNI adalah putra brahmana Ricika/Wisanggeni, putra Maharsi Brigu (Dewatama) dari pertapaan

Jatisrana, dengan Dewi Setiawati, putri Prabu Gadi raja negara Kanyakawaya. Ia mempunyai saudara kandung bernama Swandagni yang menjadi brahmana di pertapaan Ardisekar.
Jamadagni menjadi raja negara Kanyakawaya menggantikan kakeknya, Prabu Gadi yang meninggal karena usia lanjut. Ia menikah dengan Dewi Renuka, putri Prabu Prasnajid. Dari perkawinan tersebut ia memperoleh lima orang putra semuanya lelaki dan yang bungsu bernama Ramaparasu atau Jamadagni Putra.

Merasa bosan dan jenuh hidup sebagai raja dengan segala kemewahan dan kemuliaannya, Jamadagni memutuskan untuk hidup sebagai brahmana. Tahta kerajaan diserahkan kepada murid dan putra angkatnya bernama Hehaya, yang naik tahta kerajaan Kanyakawaya bergelar Prabu Hehaya, istri dan semua anaknya diboyong masuk ke dalam hutan. Ia membuat pertapaan bernama Dewatama dan bergelar Resi Jamadagni.

Beberapa tahun kemudian, suatu malapetaka menimpa keluarganya. Pertapaan Dewatama diserang Prabu Hehaya. Resi Jamadagni yang membela kehormatan keluarganya, mati dibunuh Prabu Hehaya. Sedangkan Prabu Hehaya sendiri akhirnya mati dibunuh Ramaparasu.

JambuMangli

Ditya JAMBUMANGLI adalah putra Ditya Maliawan, adik Prabu Sumali, raja negara Alengka. Meskipun memiliki bentuk tubuh agak pendek menurut ukuran raksasa, karena ketekunanya bertapa, Jambumangli menjadi sangat sakti.

Jambumangli sebenarnya ingin memperistri Dewi Sukesi, putri Prabu Sumali, yang berarti saudara sepupunya sendiri. Tetapi keinginan itu hanya disimpan dalam hati, takut mengutarakan dengan terus terang. Ketika Dewi Sukesi menjadi lamaran banyak satria dan raja-raja, dan Dewi Sukesi sendiri juga mengeluarkan persyaratan penjabaran ilmu "Sastra Harjendra Yuningrat", Jambumangli memaksakan keinginannya kepada Prabu Sumali agar dirinya dijadikan satu persyaratan : bahwa hanya mereka yang dapat mengalahkannya yang berhak memperistri Dewi Sukesi.

Akhirnya Jambumangli tewas dalam pertempuran melawan Resi Wisrawa, brahmana dari pertapaan Girijembatan yang datang melamar Dewi Sukesi untuk putranya, Prabu Danaraja raja negara Lokapala. Resi Wisrawa juga berhasil menjabarkan ilmu "Sastra Harjendra Yuningrat" Jambumangli mati dalam keadaan yang sangat menyedihkan. Anggota tubuhnya terpotong-poptong. Sebelum ajal merenggut jiawanya, Jambumangli mengeluarkan kutukan, bahwa kelak akan ada anak Wisrawa yang mati dengan cara yang sama seperti dirinya.

Janaka

PRABU JANAKA adalah raja negara Mantili atau Matila (Mahabharata), ayah Dewi Sinta. Prabu Janaka merupakan seorang raja yang masih keturunan Bathara Isyawa, putra ke – 2 Sanghyang Wisnu dengan permaisuri Dewi Sripujayanti. Prabu Janaka merupakan seorang raja yang berwatak brahmana, berperilaku adil paramarta, bijaksana, berhati lurus dan bersih.

Prabu Janaka bersahabat baik dengan Brahmana Kala, brahmana raksasa dari pertapaan Dwarawati. Dari Brahmana Kala itulah ia mendapatkan busur dan panah Dewa Siwa sebagai persyaratan mencari jodoh untuk putrinya, Dewi Sinta yang diyakini sebagai titisan Batahri Sri Widowati. Menurut Brahmana Kala hanya satria titisan Dewa Wisnu yang mampu mengangkat busur tersebut. Apa yang dikatakan Brahmana
Kala menjadi kenyataan. Dewi Sinta akhirnya diperistri oleh Ramawijaya, putra Prabu Dasarata, raja negara Ayodya dengan permaisuri Dewi Kusalya. Sebagai satria titisan Dewa Wisnu, Ramawijaya berhasil mengangkat busur Dewa Siwa dan memenangjkan Sayembara Mantili..

Prabu Janaka berumur sangat panjang. Ia meninggal setelah menyerahkan tahta kerajaan Mantili kepada cucunya, Kusya, putra Dewi Sinta dengan Prabu Ramawijaya

Jatasura

JATASURA berwujud harimau yang mempunyai rambut di lehernya. Karena ketekunannya bertapa, ia menjadi sangat sakti dan dapat mengerti bahasa manusia. Jatasura mempunyai saudara sepeguruan bernama Maesasura, raksasa berkepala kerbau. Ketika Maesasura menjadi raja di negara Gowa Kiskenda, Jatasura diangkat menjadi senapati perangnya, disamping patih Lembusura (raksasa berkepala sapi) dan Diradasura (raksasa berkepala gajah).

Sebagai saudara seperguruan, Jatasura dan Maesasura hidup dalam satu jiwa. Artinya bila salah satu diantara mereka mati dan dilangkai oleh yang masih hidup, maka yang mati akan hidup kembali. Karena kesaktiannya tersebut, Jatasura sangat mendukung keinginan Prabu Maesasura untuk memperistri Dewi Tara, bidadari Suralaya putri Sanghyang Indra dari permaisuri Dewi Wiyati. Ketika lamarannya ditolak Bathara Guru., mereka mengamuk di Suralaya dan berhasil mengalahkan para dewa.

Bathara Guru kemudian meminta bantuan Subali dan Sugriwa, putra Resi Gotama dengan Dewi Windradi/Indradi dari pertapaan Erraya/Grastina yang sedang bertapa di hutan Sunyapringga. Jatasura dan Maesasura akhirnya mati sampyuh, kepala mereka diadu kumba hingga pecah oleh Resi Subali yang memiliki Aji Pancasona.

Jatayu

JATAYU adalah burung garuda yang dapat berbicara seperti manusia. Garuda Jatayu adalah putra ketiga Resi Briswawa, yang berarti masih keturunan langsung Dewi Brahmanistri, putri Bathara Brahma. Ia mempunyai tiga saudara kandung masing-masing bernama ; Garuda Harna, Garuda Brihawan dan Garuda Sempati.

Jatayu bersahabat karib dengan Prabu Dasarata, raja negara Ayodya. Mereka bersahabat sejak kecil, karena kakek Prabu Dasarata, Bathara Kandikota bersahabat karib dengan Resi Briswawa. Ketika Jatayu mendengar jeritan Dewi Sinta yang menyebut-nyebut nama Ramawijaya dan negara Ayodya, tahulah Jatayu bahwa wanita yang dikempit oleh Prabu Dasamuka terbang di atas hutan Dandaka adalah menantu Prabu Dasarata. Dengan mengerahkan seluruh kesaktian dan kemampuannya, Jatayu berusaha merebut Dewi
Sinta dari tangan Prabu Dasamuka. Tapi Prabu Dasamuka yang memiliki Aji Rawarontek dan Pancasona tidak terkalahkan. Tubuh Jatayu mengalami luka parah dan kedua sayapnya putus oleh sabetan pedang Prabu Dasamuka.

Namun dalam keadaan tak berdaya, disaat menjelang ajal, Jatayu masih sempat bertemu dengan Ramawijaya, dan memberitahukan keberadaan Dewi Sinta yang diculik Prabu Dasamuka, raja negara Alengka.

Jembawan

JEMBAWAN adalah putra Resi Pulastya dari pertapan Grastina. Ia menjadi pengasuh Subali/Guwarsi, putra Resi Gotama dengan Dewi Indradi/Windradi. Dalam peristiwa rebutan Cupumanik Astagina, Jembawan ikut terjun kedalam telaga Sumala dan berubah wujud menjadi kera.

Saat terjadi perselisihana antara Subali dengan Sugriwa memperebutkan Dewi Tara dan kerajaan Gowa Kiskenda, Jambawan kembali ke pertapaan Grastina ikut mengasuh Anoman yang setelah ditinggal mati ibunya, Dewi Anjani, diasuh oleh Kapi Saraba. Setelah Anoman besar, mereka kemudian mengabdi kepada Prabu Sugriwa di Gowa Kiskenda.

Dalam perang besar Alengka, Jembawan ikut terjun di medan pertempuran, menjadi salah satu senapati perang tentara kera. Karena pengabdinnya itu, Jembawan kembali menjadi manusia berwajah tampan, sehingga dapat memperistri Dewi Trijata, putri Arya Wibisana dengan Dewi Triwati (Mahabharata). Sedangkan menurut pedalangan (Jawa), Jembawan berhasil memperistri Dewi Trijata dengan cara beralih

rupa menjadi Laksmana palsu yang berhasil merayu Dewi Trijata. Dari perkawinan tersebut ia memperoleh seorang putri bernama Dewi Jembawati yang setelah dewasa memjadi istri Prabu Kresna, raja negara Dwarawati.

Setelah perang Alengka, Jambawan dan keluarganya hidup di pertapaan Gadamadana. Ia hidup sebagai brahmana. Resi Jambawan meninggal dalam usia lanjut, jenazahnya dimakamkan di pertapaan Gadamadana.

Kalamarica

KALAMARICA adalah raksasa kesayangan Prabu Dasamuka, raja negara Alengka. Ia mempunyai saudara kandung bernama Ditya Sukasarana. Selain sakti, Kalamarica juga sangat licik, cerdik, pandai dan dapat beralih rupa menjadi apa saja sesuai yang dikehendakinya. Ia juga sangat sigap dan cekatan dalam melaksanakan tugasnya.

Kalamarica pernah menjadi pengatur siasat dan penunjuk jalan ketika Ditya Subahu, senapati kepercayaan Ditya Karadusana, suami Dewi Sapakenaka, dan laskar raksasanya mengobrak-abrik pertapaan di hutan Dandaka. Prabu Dasamuka yang sakit ahti karena ditipu Resi Yogiswara dari pertapaan Yogisrama dengan mendapatkan Dewi Kusalya palsu, bermaksud melampiaskan dendamnya dengan mengobrak-abrik pertapaan dan membunuh para cantrik. Dalam peristiwa tersebut, Ditya Subahu mati oleh panah Ramawijaya.

Kalamarica pernah berubah wujud menjadi Dewi Tara untuk mengadu domba antara Subali dan Sugriwa, hingga kedua kakak beradik itu berkelai dan berseteru terus menerus. Kalamarica juga berubah wujud menjadi Kijang Kencana untuk memisahkan Dewi Sinta dengan Ramawijaya dan Leksmana, sehingga Dewi Sinta dapat diculik oleh Prabu Dasamuka dan dilarikan ke negara Alengka. Perbuatan tersebut harus dibayar Kalamarica dengan nyawanya. Ia mati terbunuh oleh panah Ramawijaya.

Kapimenda

MENDA dahulunya berwujud manusia. Ia adalah cantrik Resi Gotama di pertapaan Erraya/Grastina dan menjadi pengasuh Sugriwa/Guwarsa, akibat peristiwa rebutan Cupumanik Astagina dan ikut terjun ke dalam telaga Sumala, Menda berubah wujud menjadi wanara/kera dan namanya menjadi Kapimenda.

Seperti halnya Sugriwa, Kapimenda juga melakukan tapa ngidang karena ingin berubah wujud kembali menjadi manusia. Karena tapanya itu, ia menjadi sangat sakti. Kapimenda berwatak; jujur, setia dan sangat patuh, ketika Sugriwa menjadi raja kerajaan Gowa Kiskenda, Kapimenda diangkat menjadi patih khusus dalam urusan keraton dan keprajuritan.

Kapimenda mempunyai andil yang sangat besar dalam mengamankan pembuatan tambak/jembatan penyeberangan di atas laut untuk menyeberangkan jutaan balatentara kera Alengka. Ia berhasil membunuh Yuyurumpung, raksasa berkepala ketam/yuyu punggawa Prabu Dasamuka yang selalu merobohkan bangunan tambak. Dalam perang Alengka, Kapimenda tampil sebagai salah satu senapati mendampingi Prabu Sugriwa tatkala menghadapi Arya Kumbakarna, adik Prabu Dasamuka dari kesatrian/negara Leburgangsa. Laskar perangnya berhasil mengobrak-abrik dan memukul mundur balatentara raksasa Lemburgangsa.

Setelah perang Alengka berakhir, Kapimenda melanjutkan tapanya di hutan Suryapringga. Akhir hidupnya tak banyak diketahui sebagaimana halnya wanara lainnya.

Kapisaraba

KAPI SARABA adalah wanara ciptaan Bathara Bayu. Ia ditugaskan sebagai pengasuh Anoman, kera putih

putra Dewi Anjani dengan Bathara Guru/Sanghyang Manikmaya di pertapaan Grastina/Erraya setelah kematian Dewi Anjani. Kapi Saraba mempunyai suara yang sangat bagus dan mahir melagukan kakawin Kitab Weda. Ia juga pandai mendongeng, memiliki watak penyabar, telaten dan penuh kasih sayang.

Kapi Saraba memiliki kesaktian pada suaranya. Apabila marah dan berkereceh/mbeker (Jawa) dapat memecahkan telinga, menakutkan dan menggetarkan serta meruntuhkan hati musuhnya. Pekikikannya keras melengking dan dapat mematikan lawannya. Ketika Sugriwa menjadi raja di negara Gowa Kiskenda, Kapi Saraba ikut mengabdikan diri, dan menjadi hulubalang kepercayaan.

Sebagai Senapati perang laskar kera Gowa Kiskenda, Kapi Saraba mempunyai andil yang sangat besar dalam perang Alengka. Pekik dan bekerannya banyak mematikan raksasa-raksasa Alengka. Seperti halnya para wanara lainnya, setelah berakhirnya perang Alengka, akhir hidupnya tidak banyak diketahui.

Kapisuweda

KAPI SUWEDA berujud wanara/kera berbulu hitam legam. Ia merupakan putra tunggal Prabu Sugriwa, raja kera negara Gowa Kiskenda dengan istri Endang Suwarsih, wanita pengidung dan pamong Dewi Anjani, kakak Prabu Sugriwa. Kapi Suweda sangat tekun bertapa sehingga menjadi sangat sakti. Kesaktian dan ketangkasannya hanya dapat diungguli oleh Anggada dan Anoman.
Kapi Suweda mempunyai kesaktian dapat hidup di dalam air. Ketika Sri Rama membuat tambak di dasar samudra untuk jembatan menyebarangkan laskar kera daratan Alengka, oleh Prabu Sugriwa, Kapi Suweda dipercayakan memimpin dan mengatur pembuatan tambak tersebut, sehingga tanggul titian untuk menuju sebarang pantai Alengka menjadi jembatan yang sangat kuat, sehingga Sri Rama dan Laksmana dengan seluruh angkatan perang wanaranya yang jutaan jumlahnya di bawah pipinan Prabu Sugriwa dapat menyebarang lautan dengan selamat mencapai pantai Alengka

Ketika berlangsung perang besar Alengka, sebagai upaya Sri Rama merebut kembali Dewi Sinta dari cengkeraman Prabu Rahwana, Kapi Suweda merupakan salah seorang senapati Kiskenda yang sangat ulung dan sangat tangguh. Ia sangat lincah dalam olah keprajuritan dan tangkas penuh kepercayaan di dalam medan laga. Kapi Suweda banyak membinasakan senapati ulung pihak Alengka, sehingga ia ikut serta dalam menentukan kemenangan pihak Sri Rama yang berperang atas dasar kebenaran dan keadilan. Setelah perang Alengka berakhir, Kapi Suweda kembali ke Gowa Kiskenda. Seperti wanara lainnya,
Kapi Suweda tidak diketahui akhir hidupnya

Kekayi

DEWI KEKAYI adalah putri Prabu Kekaya, raja negara Padnapura. Konon sesungguhnya Dewi Kekayi adalah putri Prabu Samresi, raja Wangsa Hehaya. Prabu Samresi terbunuh mati dalam pertempuran melawan Ramaparasu, dan Dewi Kekayi yang masih bayi berhasil diselamatkan oleh emban Matara yang kemudian diangkat anak oleh Prabu Kekaya.

Dewi Kekayi sangat menginginkan dan bercita-cita menurunkan raja. Berkat ketekunannya bertapa ia dapat diperistri Prabu Dasarata, raja negara Ayodya. Dari perkawinan tersebut ia memperoleh tiga orang putra, masing-masing bernama; Barata, Satrugna dan Dewi Kawakwa.

Atas jasanya menyelamatkan nyawa Prabu Dasarata, Dewi Kekayi dijanjikan hak atas tahta dan negara Ayodya untuk putranya. Janji Prabu Dasarata itu ditagihnya menjelang penobatan Ramawijaya, putra Prabu Dasarata dengan permaisuri Dewi Kusalya. Dewi Kekayi juga meminta agar Prabu Dasarata mengusir Ramawijaya dari negara Ayodya dan tidak boleh kembali selama waktu 13 tahun. Permintaan Dewi Kekayi tersebut dikabulkan oleh Prabu Dasarata, yang menyebabkan Prabu Dasarata jatuh sakit dan akhirnya meninggal. Cita-cita Dewi Kekayi menurunkan raja terpenuhi, walau Barata putranya hanya bersedia menjadi "raja wakil" sebelum Ramawijaya kembali ke Ayodya. Selama itu Dewi Kekayi hidup bahagia di bawah perlindungan Prabu Barata.

Kumba-Kumba

Ditya KUMBAKUMBA adalah putra sulung Arya Kumbakarna dengan Dewi Aswani. Ia mempunyai seorang adik laki-laki bernama Aswanikumba. Kumbakumba tinggal berasama orang tuanya di kesatrian/negara Leburgangsa, wilayah negara Alengka.

Kumbakumba memiliki sifat dan perwatakan; pemberani, jujur, setia dan patuh. Pada saat pecah perang Alengka, negara Alengka diserang oleh balatentara kera Prabu Rama di bawah pimpinan Prabu Sugriwa, raja kera dari Gowa Kiskenda dalam upaya membebaskan Dewi Sinta dari sekapan Prabu Dasamuka, Kumbakumba masih kanak-kanak. Atas perintah Prabu Dasamuka, ia maju ke medan peperangan karena ayahnya, Kumbakarna sedang tapa tidur tidak bisa dibangunkan.

Kumbakumba sangat sakti dan tak tertandingi oleh senapati perang lawan. Tapi akhirnya ia gugur dalam pertempuran melawan Anoman.

Kumbakarna

ARYA KUMBAKARNA adalah putra kedua Resi Wisrawa dengan Dewi Sukesi, putri Prabu Sumali, raja negara Alengka. Ia mempunyai tiga orang saudara kandung bernama; Dasamuka/Rahwana, Dewi Sarpakenaka dan Arya Wibisana. Kumbakarna juga mempunyai saudara lain ibu bernama Wisrawana/Prabu Danaraja raja negara Lokapala, putra Resi Wisrawa dengan Dewi Lokawati.

Kumbakarna mempunyai tempat kedudukan di kesatrian/negara Leburgangsa. Ia berwatak jujur, berani karena benar dan bersifat satria. Pada waktu mudanya ia pergi bertapa dengan maksud agar dapat anugerah Dewa berupa kejujuran dan kesaktian. Kumbakarna pernah ikut serta Prabu Dasamuka menyerang Suralaya, dan memperoleh Dewi Aswani sebagai istrinya. Dari perkawinan tersebut ia memperoleh dua orang putra bernama; Kumba-kumba dan Aswanikumba.
Pada waktu pecah perang besar Alengka, negara Alengka diserang balatentara kera Prabu Rama, dibawah panglima perangnya Narpati Sugriwa untuk membebaskan Dewi Sinta yang disekap Prabu Dasamuka, Kumbakana maju sebagai senapati perang. Ia berperang bukan membela keangkaramurkaan Prabu Dasamuka tetapi membela negara Alengka, tanah leluhurnya yang telah memberinya hidup.

Kumbakarna akhirnya gugur dalam pertempuran melawan Prabu Rama dan Laksmana. Tubuhnya terpotong- potong menjadi beberapa bagian oleh hantaman senjata panah yang dilepas secara bersamaan. Apa yang terjadi pada diri Kumbakarna merupakan karma perbuatan Resi Wisrawa, ayahnya tatkala membunuh Jambumangli.

Kusalya

DEWI KUSALYA/KESALYA dikenal pula dengan nama Dewi Ragu (Pedalangan Jawa) atau Dewi Sukasalya (Pustaka Raja). Ia putra Prabu Banaputra, raja negara Ayodya dengan permaisuri Dewi Barawati, putri Prabu Banawa. Dewi Kusalya berwajah sangat cantik, anggun penampilannya dan diyakini sebagai titisan Bathari Sri Widowati.

Saat berusia remaja, Dewi Kusalya menderita penyakit lumpuh yang tak tersembuhkan oleh para tabib. Prabu Banaraja akhirnya mengeluarkan sayembara, barang siapa yang dapat menyembuhkan penyakit Dewi Kusalya dialah yang akan menjadi jodohnya. Penyakit Dewi Kusalya akhirnya dapat disembuhkan oleh Resi Rawatmaja, brahmana tua dari pertapaan Puncakmolah yang memiliki Cupu Astagina beriisi air mujarab Mayamahadi pemberian Sanghyang Narada.

Peristiwa tersebut membangkitkan amarah Prabu Dasamuka raja negara Alengka yang langsung menyerang Ayodya, membunuh Prabu Banaputra. Prabu Dasamuka juga mengejar Dewi Kusalya ke pertapaan Puncakmolah, membunuh Resi Rawatmaja dan menyiksa Garuda Sempati. Dewi Kusalya yang berhasil meloloskan diri akhirnya sampai ke pertapaan Yogisrama, di hutan Dandaka meminta pertolongan Resi Yogiswara. Di pertapaan Yogisrama itulah Dewi Kusalya bertemu dengan Dasarata, calon suaminya yang telah ditetapkan oleh Dewa.

Dewi Kusalya kemudian dinikahkan dengan Dasarata oleh Resi Yogiswara. Setelah itu mereka kembali ke negara Ayodya untuk membangun negara itu dari puing-puing kehancuran. Dari perkawinan tersebut Dewi Kusalya memperoleh seorang putra yang diberi nama ; Ramawijaya/Ramaragawa.

Lawa & Kusa

LAWA dan KUSYA adalah putra kembar, putra Prabu Ramawijaya, raja negara Ayodya dengan Dewi Sinta. Menurut Kitab Mahabharata, mereka lahir di pertapaan Wismaloka tempat tinggal Resi Walmiki.

Lawa dan Kusya lahir tatkala Dewi Sinta hidup dalam pengasingan. Sebagai akibat sikap Prabu Rama yang tetap meragukan kesucian Dewi Sinta yang hampir 12 tahun dalam sekapan Prabu Dasamuka, raja Alengka meski kesucian Dewi Sinta telah dibuktikan dengan masuk api pembakaran, Dewi Sinta yang dalam keadaan hamil diasingkan ke dalam hutan. Dewi Sinta kemudian tinggal di pertapaan Wisamaloka dalam lindungan Resi Walmiki.

Lawa dan Kusya yang telah remaja berhasil memenangkan sayembara memanah di negara Ayodya. Mereka kemudian menuntut hak atas tahta negara Ayodya pada Prabu Rama. Peperangan tak bisa dihindarkan. Prabu Rama yang terdesak kalah, akhirnya mengeluarkan senjata panah Gowawijaya. Pada saat itulah datang Resi Walmiki melerai dan menjelaskan, bahwa Lawa dan Kusya adalah putra-putra Prabu
Rama sendiri.

Lawa dan Kusya akhirnya diakui sebagai putra-putra Prabu Rama. Lawa kemudian menjadi raja negara Ayodya menggantikan Prabu Rama yang hidup sebagai brahmana di gunung Kutarunggu, bergelar Prabu Ramabadlawa. Sedangkan Kusya menjadi raja negara Mantili menggantikan kakeknya, Prabu Janaka, bergelar Prabu Ramakusya.

Leksmana

LEKSMANA atau Laksmanawidagda adalah putra Prabu Dasarata, raja negara Ayodya dengan permaisuri kedua Dewi Sumitra, putri Prabu Ruryana raja negara Maespati. Ia mempunyai empat orang saudara seayah lain ibu masing-masing bernama ; Ramawijaya/Ramadewa, dari permaisuri Dewi Kusalya, dan Barata, Satrugna serta Dewi Kawakwa ketiganya putra Prabu Dasarata dengan permaisuri Dewi Kekayi. Leksmana bertempat tinggal di kesatrian Girituba. Ia seorang satria brahmacari (tidak kawin). Mempunyai watak
halus, setia dan tak kenal takut. Sejak kecil Leksmana sangat rapat dan sangat sayang kepada Ramawijaya. Leksmana diyakini sebagai titisan Bathara Suman, pasangan Bathara Wisnu.

Dengan setia Leksmana mengikuti Ramawijaya menjalani pengasingan selama 13 tahun bersama Dewi
Sinta. Ketika Dewi Sinta diculik Prabu Dasamuka dari tengah hutan Dandaka dan disekap di taman Argasoka negara Alengka, Leksmana membantu perjuangan Ramawijaya merebut dan membebaskan kembali Dewi Sinta dari sekapan Prabu Dasamuka. Di dalam perang besar Alengka, Leksmana banyak menewaskan senapati ulung andalan negara Alengka. Ia menewaskan Dewi Sarpakenaka serta Indrajid/Megananda, keduanya adik dan putra kesayagan Prabu Dasamuka.

Setelah berakhirnya perang Alengka dan Ramawijaya beserta Dewi Sinta kembali kenegara Ayodya, dengan setia Leksmana tetap membantu Prabu Ramawijaya mengatur tata pemerintahan negara Ayodya. Ia meninggal dalam usia lanjut, dan jenazahnya dimakamkan di gunung Kutarunggu berdampingan dengan makam Prabu Ramawijaya.

Lembusura

LEMBUSURA berwujud raksasa berkepala sapi (lembu). Karena kesaktiannya, dia diangkat menjadi patih negara Gowa Kiskenda dibawah pemerintahan Prabu Maesasura, raksasa berkela kerbau. Ia mempunyai saudara seperguruan bernama Diradasura, berwujud raksasa berkepala gajah.

Oleh Prabu Maesasura, patih Lembusura ditugaskan pergi ke Suralaya untuk melamar Dewi Tara, putri Sanghyang Indra dengan Dewi Wiyati. Ia pergi disertai Diradasura. Ketika lamarannya ditolak oleh Bathara Guru, dengan wewenang yang diberikan rajanya, Lembusura dan Diradasura mengamuk di Suralaya dan berhasil mengalahkan para Dewa. Bathara Guru kemudian menugaskan Bathara Narada turu ke Arcapada, meminta bantuan Sugriwa, putra Resi Gotama dengan Dewi Windradi/Indradi dari pertapaan Erraya/Grastina yang saat itu sedang bertapa ngijang di hutan Sunyapringga.

Dalam pertempyuran di Mrepatkepanasan (nama lapangan di Suralaya). Lambusura dan Diradasura akhirnya mati oleh Sugriwa.

Maesasura

PRABU MAESASURA adalah raja negara Guwa Kiskenda. Ia berwujud raksasa berkepala kerbau. Prabu Maesasura mempunyai seorang patih yang bernama Lembusura, raksasa berkepala sapi. Prabu Maesasura sangat sakti karena mempunyai saudara seperguruan bernama Jatasura, seekor harimau yang memiliki rambut gimbal di lehernya. Prabu Maesasura dan Jatasura seolah-olah dua jiwa yang satu, artinya ; keduanya tidak dapat mati, apabila hanya satu dari mereka yang tewas.

Karena merasa sangat sakti, Prabu Maesasura datang ke Kahyangan Kaindran untuk melamar Dewi Tara, putri Sulung Bathara Indra dengan Dewi Wiyati. Kalau lamarannya ditolak, Prabu Maesasura dan Jatasura mengancam akan menghancurkan Kahyangan Keindran dengan seluruh bala tentaranya yang sangat kuat. Bathara Indra kemudian meminta bantuan kepada Subali dan Sugriwa, keduanya putra Resi Gotama dengan Dewi Indradi dari pertapaan Grastina/Erraya, untuk mengahadapi dan membunuh Prabu Maesasura,
Jatasura dan Lembusura.

Prabu Maesasura, dan Jatasura akhirnya dapat dibinasakan oleh Subali yang menantang masuk ke dalam Gowa Kiskenda. Kepala Maesasura dan Jatasura diadu kumba (saling dibenturkan satu dengan yang lain) hingga pecah dan mati seketika di dalam saat yang bersamaan. Sedangkan patih Lembusura dapat dibinasakan oleh Sugriwa.

Prahasta, Patih

PRAHASTA adalah putra Prabu Sumali, raja raksasa negara Alengka dengan Dewi Desidara. Ia mempunyai kakak kandung bernama Dewi Sukesi yang menjadi istri Resi Wisrawa dari pertapaan Girijembatan, wilayah negara Lokapala.

Prahasta berwatak; jujur, setia dan penuh pengabdian. Ia sesungguhnya putra mahkota negara Alengka. Tetapi karena ia takut dengan kesaktian yang dimiliki Rahwana, putra Dewi Sukesi dengan Resi Wisrawa, Prahasta merelakan tahta negara Alengka oleh ayahnya diberikan kepada Rahwana dan dia bersedia menduduki jabatan patih.

Ketika pecah perang Alengka, Prahasta maju sebagai senapati perang setelah gugurnya Dewi Sarpakenaka. Tak terhitung jumlah balatentara kera Prabu Rama yang mati oleh keganasan Prahasta. Anila patih negara Kiskenda akhirnya maju menghadapi keperkasaan Prahasta, dengan siasat perang menghindar, mundur dan balas menyerang. Prahasta terus mengejar Anila, hingga pertempuran sampai di tepi hutan.

Anila yang hampir terjebak tiba-tiba melihat sebuah patung batu. Dengan mengerahkan seluruh tenaganya patung itu diangkatnya dan dihantamkan ke kepala Prahasta. Prahasta tewas seketika dengan kepala hancur bersamaan dengan pecahnya tugu tersebut. Kiranya tugu itu adalah penjelmaan Dewi Indradi, ibu dari Dewi Anjani, Subali dan Sugriwa yang terkena kutuk Resi Gotama, suaminya sendiri.

Pulasta

RESI PULASTA adalah putra Resi Wasista, keturunan Bathara Sambodana, putra Bathara Sambu. Ayahnya, Resi Wasista merupakan kakak kandung Prabu Danurdana, raja negara Lokapala. Resi Pulasta menikah dengan Dewi Padmarini, seorang hapsari dan mempunyai seorang putra bernama Supadma/Resi Supadma yang menjadi brahmana di pertapaan Hargajembatan.

Resi Supadma sangat tekun bertapa sehingga menjadi sangat sakti. Memiliki sifat dan perwatakan ; jujur, arif bijaksana dan suka melucu. Ia merupakan makluk yang dicintai Dewata, karenanya setelah usianya lanjut , Resi Pulasta diangkat derajatnya menjadi dewa bergelar Bathara Pulasta.

Resi Pulasta pernah menolong Prabu Dasamuka, raja negara Alengka yang masih cucu buyutnya dari siksaan Prabu Arjunasasra, raja negara Maespati. Ia menukar kebebasan Prabu Dasamuka dengan kesaktiannya menghidupkan kembali para senapati perang dan prajurit Maespati yang tewas dalam peperangan melawan prajurit Alengka. Pada saat berlangsungnya perang Alengka, Resi Pulasta turun dari kahyangan menemui Kumbakarna yang akan maju ke medan peperangan membela tanah leluhurnya dari serangan Prabu Rama dan laskar keranya. Kepada Kumbakarna, Resi Pulasta memberikan wejangan tentang darma bagi seorang satria.

Ramaparasu

RAMAPARASU adalah putra bungsu dari lima bersaudara lelaki, putra Prabu Jamadagni raja negara Kanyakawaya yang kemudian hidup sebagai brahmana di pertapaan Dewasana. Ibunya bernama Dewi Renuka, putri Prabu Prasnajid. Ramaparasu adalah seorang brahmancari/tidak kawin, karena sangat menggemari olah kejiwaan. Ia juga menekuni olah kesaktian dan olah keprajuritan hingga menjadi sangat sakti. Ramaparasu berperawakan birawa/gagah perkasa, mempunyai pusaka berwujud busur beserta anak panahnya yang luar biasa besarnya dan bernama Bargawasta (panah Sang Bargawa).
Ketika ayahnya, Resi Jamadagni dibunuh Prabu Hehaya, timbul kebencian Ramaparasu terhadap golongan satria dan bersumpah akan membunuh setiap satria yang dijumpainya. Ia kemudian pergi mengembara. Setiap satria yang dijumpainya ditantangnya mengadu kesaktian. Tak satupun yang berhasil mengalahkannya. Hampir seluruh satria Wangsa Hehaya binasa ditangannya.

Setelah usianya semakin tua, ia ingin muksa. Dicarinya satria penjelmaan Dewa Wisnu, karena hanya dialah yang bisa membunuhnya. Ramaparasu bertemu dan bertanding dengan Prabu Arjunasasrabahu, raja negara Maespati yang diyakini sebagai titisan Dewa Wisnu. Tapi Arjnasasrabahu dapat dikalahkannya. Akhirnya Ramaparasu bertemu dengan Ramawijaya, putra Prabu Dasarata dengan Dewi Kusalya dari negara Ayodya. Ramaparasu kalah bertanding melawan Ramawijaya. Ketika ia minta muksa Ramawijaya menganjurkan untuk kembali bertapa. Ramaparasu kemudian kembali ke petapaan Dewasana, hidup sebagai brahmana bergelar Resi Ramaparasu. Selama hidupnya ia hanya mempunyai tiga orang urid, yaitu; Bisma, Drona dan Karna.

Ramawijaya

RAMAWIJAYA dikenal pula dengan nama Ramayana, Ramaragawa, Ramacandra, Ramabadra, Rawadewa dan Raguputra. Ia merupakan putra tunggal Prabu Dasarata, raja negara Ayodya dengan permaisuri Dewi Kusalya. Ramawijaya mempunyai empat orang saudara seayah lain ibu masing-masing bernama ; Leksmana/Leksmanawidagda dari permaisuri Dewi Sumitra, Barata, Satrugna dan Dewi Kawakwa dari permaisuri Dewi Kekayi.

Rama adalah titisan Dewa Wisnu yang bertugas menciptakan kesejahteraan dunia. Ia berjuang bersama adiknya, Leksmana. Rama menikah dengan Dewi Sinta, titisan Bathari Sri Widowati. putri Prabu Janaka raja

negara Mantili. Dari perkawinan tersebut ia memperoleh dua orang putra masing-masing bernama; Lawa dan Kusya.

Rama berkedudukan sebagai putra mahkota Ayodya. Tapi ia gagal naik tahta karena Prabu Dasarata terpaksa memenuhi tuntutan Dewi Kekayi yang menghendaki Barata sebagai raja Ayodya. Rama bahkan harus meningggalkan Ayodya, menjalani pengasingan selama 13 tahun. Berbagai dharma satria telah dilaksanakan oleh Ramawijaya. Ia telah mengalahkan dan menyadarkan Ramaparasu yang salah menjalankan dharmanya. Rama juga membunuh Resi Subali, putra Resi Gotamadari dari pertapaan Grastina/Daksinapata karena bersikap angkara murka. Terakhir, Rama berhasil, membunuh Prabu Dasamuka, raja negara Alengka, yang bukan saja menculik Dewi Sinta, tetapi juga telah berbuat angkara murka dan menimbulkan berbagai kesengsaraan umat Ancapada.

Setelah berakhirnya perang Alengka dan 13 tahun hidup dalam pengasingan, Rama kembali ke negara Ayodya. Ia naik tahta negara Ayodya, menggantikan Prabu Barata yang mengundurkan diri. Ramawijaya meninggal dalam usia lanjut dan jenazahnya dimakamkan di gunung Kutarunggu

Renuka

DEWI RENUKA adalah putri Prabu Prasnajid. Ia menikah dengan Prabu Jamadagni, raja negara Kanyakawaya, putra brahmana Ricika dengan Dewi Setyawati. Dari perkawinan tersebut ia memperoleh lima orang putra lelaki, dan putra bungsunya bernama Ramaparasu.

Ketika Prabu Jamadagni memutuskan untuk hidup sebagai brahmana, Dewi Renuka dan kelima putranya ikut boyong ke pertapaan Dewasana. Mereka hidup dalam kebahagiaan sampai suatu peristiwa sedih melanda kehidupan mereka. Suatu ketika Dewi Renuka tergiur oleh ketampanan Prabu Citarata dan mereka melakukan perkawinan gandarwa (perselingkuhan seksual). Perbuatan terkutuk itu diketahui Resi Jamadagni, yang kemudian menyuruh Ramaparasu untuk membunuh Dewi Renuka, sebagai upaya penebusan dosa. Tapi kemudian Dewi Renuka dihidupkan kembali oleh Resi Jamadagni atas permintaan Ramaparasu.

Dewi Renuka kembali hidup bahagia bersama suami dan kelima putranya sampai suatu malapetaka menimpa kebahagiaan mereka. Pertapaan Dewasana diserbu balatentara Prabu Hehaya, dan Resi Jamadagni gugur dalam peperangan. Kesedihan Dewi Renuka pun semakin bertambah, ketika Ramaparasu pergi meninggalkan pertapaan Dewasana, menggembara untuk melaksanakan sumpahnya yang akan membunuh semua satria yang dijumpainya. Akhir riwayat Dewi Renuka diceritakan, ia meninggal dalam kesedihan setelah satu persatu dari ke empat putranya meninggal dunia.

Sarpakenaka

DEWI SARPAKENAKA adalah putri ketiga Resi Wisrawa dengan Dewi Sukesi, putri Prabu Sumali, raja negara Alengka. Ia mempunyai tiga orang saudara kandung masing-masing bernama; Dasamuka/Rahwana, Arya Kumbakarna dan Arya Wibisana. Sarpakenaka juga mempunyai saudara seayah lain ibu bernama : Prabu Danaraja/Danapati, raja negara Lokapala, putra Resi Wisrawa dengan Dewi Lokawati.

Walau seorang raksesi, Sarpakenaka sangat sakti. Ia memiliki kuku yang berbisa ular dan merupakan senjata pusaka yang diandalkan. Sarpakenaka berwatak : congkak, ganas, bengis, angkara murka dan serakah. Ia mempunyai dua orang suami masing-masing bernama : Ditya Kardusana dan Ditya Nopati. Dengan kesaktiannya Dewi Sarpakenaka pernah beralih rupa menjadi wanita cantik dan mengoda/merayu Laksmana di hutan Dandaka ingin menjadi istrinya. Lamarannya ditolak. Karena ia tetap memaksakan kehendaknya, membuat Laksmana marah dan memangkas kutung hidungnya serata pipi.

Pada waktu negara Alengka diserbu Prabu Rama dengan balatentara keranya dalam upaya membebaskan Dewi Shinta yang diculik dan disekap Prabu Dasamuka, Dewi Sarpakenaka maju sebagai senapati perang Alengka.. Dengan penuh dendam ia bertempur melawan Laksmana. Akhirnya Sarpakenaka mati terbunuh oleh panah sakti Surawijaya, setelah sebelumnya kuku saktinya dicabuti oleh Anoman.

Sayempraba

DEWI SAYEMPRABA adalah putri Prabu Wisakarma, raja raksasa negara Kotawindu dengan permaisuri Dewi Merusupami atau Dewi Sumeru (Mahabharata), salah seorang keturunan Sanghyang Taya..Dewi Sayempraba berwajah cantik, berpenampilan halus dan sopan santun, tapi dalam hatinya terkandung sifat kejam dan senang mencelakakan orang lain. Setelah kedua orang tuanya meninggal dan istana Kotawindu dihancurkan Bathara Indra, Dewi Sayempraba tetap tinggal di bekas reruntuhan istana yang kemudian dikenal dengan nama Gowawindu, yang terletak di lereng gunung Warawendya.

Selain sakti dan dapat beralih rupa menjadi apa saja yang dikehendaki, Dewin Sayempraba juga ahli aklam soal racun, dan menjadi orang kepercayaan Prabu Dasamuka/Rahwana, raja negara Alengka. Dengan mantra racunnya, Dewi Sayempraba pernah membuat buta mata Anoman dan laskar kera Gowa Kiskenda tatkala mereka tersesat masuk kawasan Gowawindu dalam perjalanan menuju negara Alengka. Kebutaan Anoman dan laskar keranya dapat disembuhkan kembali oleh Garuda Sempati yang memiliki mantra penawar racun ajaran Resi Rawatmaja.

Akhir riwayat Dewi Sayempraba diceritakan; setelah berakhirnya perang Alengka, ia kemudian diperistri oleh Anoman yang merasa kecewa karena gagal memperistri Dewi Trijata. Dewi Sayempraba meninggal tanpa mempunyai keturunan. Jenasahnya dimakamkan di dalam istana Gowawindu.

Sempati

SEMPATI adalah burung Garuda yang dapat berbicara seperti manusia. Garuda Sempati adalah putra ketiga Resi Briswawa, yang berarti masih keturunan langsung Dewi Brahmanistri, putri Bathara Brahma. Ia mempunyai tiga saudara kandung masing-masing bernama; Garuda Harna, Garuda Brihawan dan Garuda Jatayu yang menjadi sahabat karib Prabu Dasarata, raja negara Ayodya.

Garuda Sempati bersahabat karib dengan Resi Rawatmaja dari pertapaan Puncakmolah. Ia pernah menyelamatkan Resi Rawatmaja dan Dewi Kusalya, putri Prabu Banaputra raja negara Ayodya dari kejaran Prabu Dasamuka, raja negara Alengka. Sempati kalah dalam pertempuran melawan Prabu Dasamuka. Seluruh bulu di tubuhnya dicabuti oleh Prabu Dasamuka. Kemudian dalam keadaan terondol tubuh Sempati dilempar jauh ke angkasa, jatuh di lereng gunung Warawendya.

Dalam sisa hidupnya, dengan mantra sakti penawar racun ajaran Resi Rawatmaja, Sempati masih bisa menolong Anoman dan laskar kera Pancawati yang menderita kebutaan matanya karena diracun oleh Dewi Sayempraba, putri Prabu Wisakarma dari Gowawindu. Ia meninggal hanya beberapa saat setelah kepergian Anoman dan laskar keranya.

Sinta

DEWI SINTA adalah putri Prabu Janaka, raja negara Mantili atau Mitila (Mahabharata). Dewi Sinta diyakini sebagai titisan Bathari Sri Widowati, istri Bathara Wisnu. Selain sangat cantik, Dewi Sinta merupakan putri yang sangat setia, jatmika (selalu dengan sopan santun) dan suci trilaksita (ucapan, pikiran dan
hati)nya. Dewi Sinta menikah dengan Ramawijaya, putra Prabu Dasarata dengan Dewi Kusalya dari negara Ayodya, setelah Rama memenangkan sayembara mengangkat busur Dewa Siwa di negara Mantili. Dari perkawinan tersebut ia memperoleh dua orang putra masing-masing bernama; Lawa dan Kusya.

Dengan setia Dewi Sinta mengikuti suaminya, Ramawijaya menjalani pengasingan. Karena terpesona oleh keindahan Kijang Kencana penjelmaan Ditya Marica, Dewi Sinta akhirnya diculik oleh Prabu Dasamuka dan ditawan di taman Argasoka negara Alengka hampir 12 tahun lamanya. Ia akhirnya dapat dibebaskan oleh Ramawijaya, setelah berhasil membinasakan Prabu Dasamuka dan semua senapati perang Alengka.

Menurut Mahabharata, Dewi Sinta tidak lama tinggal di istana Ayodya sebagai permaisuri Prabu Rama. Karena kecurigaan Prabu Rama terhadap kesucian Dewi Sinta walau telah dibuktikan dengan hukum bakar di Alengka, Dewi Sinta kemudian diasingkan dari istana Ayodya, dan hidup di pertapaan Resi Walmiki. Di tempat itulah Dewi Sinta melahirkan kedua putra kembarnya. Lawa dan Kusya. Akhir riwayatnya diceritakan, Dewi Sinta mati ditelan bumi saat akan boyong kembali ke istana Ayodya.

Subali

Subali dikenal pula dengan nama Guwarsi (pedalangan).Ia putera kedua Resi Gotama, dari pertapan Erraya/Grastina, dengan Dewi Indradi/Windradi, bidadari keturunan Bhatara Asmara. Subali mempunyai dua orang saudara kandung masing-masing bernama ; Dewi Anjani dan Sugriwa/Guwarsa.
Karena rebutan Cupumanik Astagina dengan kedua saudaranya, ia berubah wujud menjadi kera setelah masuk ke dalam telaga Sumala. Untuk menebus kesalahannya dan agar bisa kembali menjadi manusia, atas anjuran ayahnya, Subali melakukan tapa Ngalong (seperti kelelawar) di hutan Sunyapringga. Atas
ketekunannya bertapa, Subali mendapatkan Aji Pancasona, yang berarti hidup rangkap lima.

Resi Subali pernah mengalahkan Prabu Dasamuka, raja negara Alengka, bahkan kemudian Dasamuka menjadi muridnya untuk mendapatkan Aji Pancasona. Resi Subali juga berhasil membinasakan Prabu Maesasura, raja raksasa berkepala kerbau dari kerajaan Gowa Kiskenda bersama saudara seperguruannya Jatasura, berwujud harimau yang akan menghancurkan Suralaya karena lamarannya memperisteri Dewi Tara ditolak Bhatara Indra. Atas persetujuan Subali, Dewi Tara dan kerajaan Gowa Kiskenda diberikan kepada Sugriwa.

Akibat termakan tipu daya dan hasutan Prabu Dasamuka, Resi Subali merebut Dewi Tara dan istana Gowa Kiskenda dari tangan Sugriwa. Selama berhubungan dengannya, Dewi Tara hamil. Dengan bantuan Ramawijaya, Sugriwa dapat merebut kembali Dewi Tara dan istana Gowa Kiskenda. Akibat dari dosa dan kesalahannya Resi Subali dapat dibunuh oleh Ramawijaya. Daya kesaktian Aji Pancasona lenyap terhisap oleh daya kesaktian panah Gowawijaya. Sepeninggal Resi Subali, Dewi Tara melahirkan bayi berwujud kera berbulu merah yang diberi nama , Anggada.

Sugriwa

SUGRIWA dikenal pula dengan nama Guwarsa (pedalangan). Ia merupakan putra bungsu Resi Gotama dari pertapaan Erraya/Grastina dengan Dewi Indradi/Windardi, bidadari keturunan Bathara Asmara. Sugriwa mempunyai dua orang saudra kandung masing-masing bernama : Dewi Anjani dan Subali.
Setelah menjadi wanara/kera, dalam perebutan Cupumanik Astagina, Sugriwa diperintahkan ayahnya untuk bertapa Ngidang (hidup sebagai kijang) di dalam hutan Sunyapringga apabila menginginkan kembali berwujud manusia. Atas jasa Resi Subali yang berhasil membunuh Prabu Maesasura dan Jatasura, Sugriwa dapat memperistri Dewi Tara dan menjadi raja di kerajaan Gowa Kiskenda serta wadya/ balatentara kera.
Prabu Sugriwa juga menikah dengan Endang Suwarsih, pamong Dewi Anjani dan memperoleh seorang putra berwujud kera yang diberi nama Kapi Suweda.

Dewi Tara dan kerajaan Kiskenda pernah direbut oleh Resi Subali yang terkena hasutan jahat Prabu Dasamuka, raja negara Alengka. Dengan bantuan Ramawijaya yang berhasil membunuh Resi Subali dengan panah Gowawijaya, Sugriwa berhasil mendapatkan kembali Dewi Tara dan negaranya. Sebagai imbalannya, Sugriwa mengerahkan prajurit keranya membantu Ramawijaya membebaskan Dewi Sinta dari sekapan Prabu Dasamuka.

Ketika berlangsungnya perang Alengka, Sugriwa tampil sebagai senapati perang Prabu Rama. Ia berhasil membunuh beberapa senapati perang Alengka, antara lain; Pragasa, Kampana dan Gatodara. Setelah perang berakhir, Sugriwa kembali ke Gowa Kiskenda, hidup bahagia dengan istrinya, Dewi Tara. Ia tidak bisa kembali kewujud aslinya sebagai manusia, karena penyerahan dirinya kepada Dewata belum sempurna, masih terbelenggu oleh kenikmatan duniawi.

Sukesi

DEWI SUKESI adalah putri sulung Prabu Sumali, raja negara Alengka dengan permaisuri Dewi Desidara. Ia mempunyai adik kandung bernama Prahasta. Walau ayahnya berwujud raksasa Dewi Sukesi berwajah cantik seperti ibunya, seorang hapsari/bidadari. Ia mempunyai perwatakan, sangat bersahaja, jujur, setia dan kuat dalam pendirian.

Setelah dewasa Dewi Sukesi menjadi lamaran para satria dan raja. Untuk menentukan pilihan, Dewi Sukesi menggelar sayembara : barang siapa yang bisa menjabarkan ilmu "Sastra Harjendra Yuningrat" dialah yang berhak menjadi suaminya. Selain itu, pamannya, Ditya Jambumangli putra Ditya Maliawan, yang secara diam-diam mencintai Dewi Sukesi ikut mengajukan satu persyaratan ; bahwa hanya mereka yang dapat mengalahkan dirinya yang berhak mengawini Dewi Sukesi.

Sayembara akhirnya dimenangkan oleh Resi Wisrawa, brahmana dari pertapaan Girijembatan, yang meminang Dewi Sukesi atas nama putranya, Prabu Wisrawana/Danaraja, raja negara Lokapala. Selain dapat menjabarkan ilmu "Sastra Harjendra Yuningrat", Resi Wisrawa juga berhasil membunuh Ditya Jambumangli. Dewi Sukesi yang menolak dinikahkan dengan Prabu Danaraja, akhirnya menikah dengan Resi Wisrawa.
Dari perkawinan tersebut, ia memperoleh empat orang putra, masing-masing bernama ; Rahwana, Arya Kumbakarna, Dewi Sarpakenaka dan Arya Wibisana. Akhir riwayat Dewi Sukesi diceritakan, ia meninggal karena sedih dan sakit setelah istana Alengka dibakar oleh Anoman.

Sukrasana

SUKASRANA berwujud raksasa kerdil/bajang. Ia putra Resi Suwandagni dari pertapaan Argasekar dengan permaisuri Dewi Darini, seorang hapsari keturunan Bathara Sambujana, putra Sanghyang Sambo. Ia mempunyai seorang kakak bernama Bambang Sumantri, yang berwajah sangat tampan.

Walaupun berwujud raksasa kerdil, Sukasrana memiliki kesaktian luar biasa. Ia mengabdi pada Bathara Wisnu dan bertugas sebagai juru taman Sriwedari di Kahyangan Untarasegara. Suatu ketika ia sangat merindukan keluarganya dan datang ke pertapaan Argesekar. Ia tidak menemui kakaknya yang sangat dicintainya. Setelah mendapat penjelasan dari ayahnya, bahwa Sumantri pergi ke negara Maespati untuk mengabdi pada Prabu Arjunasasra, Sukasrana pergi menyusul.

Di tengah hutan Sukasrana bertemu dengan Sumantri yang sedang sedih, karena harus memenuhi persyaratan Prabu Arjunasasra, memindahkan taman Sriwedari ke negara Maespati bila pengabdiannya ingin diterima. Sukasrana bersedia menolong kakaknya, dengan syarat ia boleh ikut mengabdi di Maespati. Tapi setelah taman Sriwedari berhasil dipindahkan, Sumantri ingkar janji, bahkan tanpa sengaja Suskarana mati terbunuh oleh panah Sumantri. Sebelum ajal, Sukasrana bersumpah akan hidup bersama-sama dengan Sumantri dalam Nirwana, dan kematiannya akan dibalasnya melalui seorang raja raksasa. Sumpah Sukasrana terpenuhi. Ketika negara Maespati diserang balatentara Alengka, dan Sumantri berperang melawan Prabu Rahwana/Dasamuka, arwah Sukasrana menyusup/menjelma pada taring Prabu Dasamuka dan Sumantri digigit sampai mati.

Sumali

PRABU SUMALI adalah putra Prabu Suksara, raja raksasa negara Alengka dengan permaisuri Dewi Subakti. Ia mempunyai adik kandung bernama Ditya Maliawan. Prabu Sumali menjadi raja negara Alengka menggantikan kedudukan ayahnya, Prabu Suksara yang mengundurkan diri hidup sabagai brahmana.

Prabu Sumali adalah raja Aditya yang berwatak brahmana. Ia memerintah negara dengan arif dan bijaksana, adil dan jujur. Prabu Sumali menikah dengan Dewi Desidara, seorang hapsari keturunan Bathara Brahma dari permaisuri Dewi Sarasyati. Dari perkawinan tersebut ia memperoleh dua orang putra masing- masing bernama ; Dewi Sukesi dan Prahasta.


Atas desakan Ditya Jambumangli, putra Ditya Maliawan, Prabu Sumali menyelenggarakan sayembara tanding untuk mencari jodoh bagi putrinya, Dewi Sukesi. Sayembara itu dimenangkan oleh Resi Wisrawa dari pertapaan Girijembatan wilayah negara Lokapala setelah menewaskan Ditya Jambumangli, dan berhasil menjabarkan ilmu "Sastra Harjendra Yuningrat" atas permintaan Dewi Sukesi.

Setelah usianya lanjut dan merasa tak mampu lagi menangani pemerintahan negara, Prabu Sumali kemudian menyerahkan kekuasaan kerajaan Alengka kepada cucunya, Rahwana, putra Dewi Sukesi dengan Wisrawa. Prabu Sumali meninggal setelah peristiwa pembakaran istana Alengka oleh Anoman.

Sumantri

BAMBANG SUMANTRI adalah putra Resi Suwandagni dari pertapaan Argasekar dengan permaisuri Dewi Darini, seorang hapsari/bidadari keturunan Bathara Sambujana, putra Sanghyang Sambo. Ia mempunyai seorang adik bernama Bambang Sukasarana/Sukrasana, berwujud raksasa kerdil/bajang.
Sumantri sangat sakti dan memiliki senjata pusaka berupa Panah Cakra. Selain ahli dalam ilmu tata pemerintahan dan tata kenegaraan. Sumantri juga mahir dalam olah keprajuritan dan menguasai berbagai tata gelar perang. Setelah dewasa, ia mengabdi pada Prabu Arjunasasra/Arjunawijaya di negara Maespati. Sebagai batu ujian, ia ditugaskan melamar Dewi Citrawati, putri negara Magada yang waktu itu menjadi rebutan/lamaran raja-raja dari seribu negara.

Sumantri berhasil memboyong Dewi Citrawati. Tapi sebelum menyerahkan kepada Prabu Arjunasasra, ia lebih dulu ingin menguji kemampuan dan kesaktian Prabu Arjunasasra sesuai dengan cita-citanya ingin mengabdi pada raja yang dapat mengungguli kesaktiannya. Dalam perang tanding, Sumantri dapat dikalahkan Prabu Arjunasasra yang bertiwikrama. Ia kemudian disuruh memindahkan Taman Sriwedari dari Kahyangan Untarasegara ke negara Maespati bila ingin pengabdiannya diterima. Dengan bantuan adiknya, Sukasrana, Taman Sriwedari dapat dipindahkan, tapi secara tak sengaja Sukasrana mati terbunuh olehnya dengan senjata Cakra. Oleh Prabu Arjunasasra, Sumantri diangkat menjadi patih negara Maespati bergelar Patih Suwanda.
Akhir riwayat Sumantri/Patih Suwanda diceritakan; ia gugur dalam pertempuran melawan Prabu Dasamuka, raja negara Alengka yang dalam taringnya menjelma arwah Sukasrana.

Sumitra

DEWI SUMITRA dikenal pula dengan nama Dewi Priti. Ia putri dari Bathara Hira/Prabu Ruryana, raja negara Maespati, yang berarti cucu Prabu Arjunawijaya atau Prabu Arjunasasra dengan permaisuri Dewi Citrawati. Dewi Sumitra berwajah sangat cantik. Ia memilki sifat dan perwatakan; setia, murah hati,baik budi, sabar, jatmika (selalu dengan sopan santun) dan sangat berbakti.

Dewi Sumitra menjadi permaisuri ketiga Prabu Dasarata, Raja negara Ayodya. Kedua permaisuri Prabu Dasarata yang lain ialah; Dewi Kusalya/Dewi Ragu, ibu Ramawijaya, dan Dewi Kekayi, ibu Barata. Dari perkawinannya dengan Prabu Dasarata, Dewi Sumitra memperoleh seorang putra yang berwajah sangat tampan bernama, Raden Lesmana yang diyakini sebagai penjelmaan Bathara Suman. Tigabelas tahun lamanya Dewi Sumitra harus berpisah dengan putra tunggalnya, Lesmana yang pergi mengikuti Ramawijaya, meninggalkan negara Ayodya untuk menjalani hukum buang atas kehendak Dewi Kekayi. Selama masa itulah ia dengan setia dan sabar mendampingi seta menghibur hati Dewi Kusalya.

Dewi Sumitra meninggal dalam usia lanjut. Ia masih sempat ikut menyaksikan dan menikmati masa kejayaan negara Ayodya di bawah pemerintahan Prabu Ramawijaya dengan pendamping Lesmana, putra tunggalnya.

Wisrawa

RESI WISRAWA adalah putra Resi Supadma dari pertapaan Giri Jembatan, masih keturunan Bathara Sambodana, putra Bathara Sambu. Resi Wisrawa sangat sakti dan termashur dalam ilmu Kasidan. Ia kemudian dinikahkan dengan saudara sepupunya. Dewi Lokawati, putri Prabu Lokawana raja negara Lokapala dengan permaisuri Dewi Lokati. Dari perkawinan tersebut ia memperoleh seorang putra bernama Wisrawana.

Setelah Prabu Lokawana mangkat, atas perkenan Dewi Lokawati, Resi Wisrawa dilantik menjadi raja negara Lokapala. Ia tidak lama memerintah. Setelah Wisrawana dewasa, tahta kerajaan diberikan kepada putranya. Resi Wisrawa kemudian hidup sebagai brahmana di pertapaan Girijembatan. Wisrawana menjadi raja negara Lokapala bergelar Prabu Danaraja/Danapati atau Prabu Wisawarna.

Resi Wisrawa menikah dengan Dewi Sukesi, putri Prabu Sumali raja negara Alengka dengan Dewi Desidara. Perkawinan terjadi setelah Resi Wisrawa berhasil menjabarkan ilmu "Sastra Harjendra Yuningrat" dan membunuh Ditya Jambumangli dalam satu sayembara. Dari perkawinan tersebut ia memperoleh empat orang putra masing-masing bernama; Rahwana/Dasamuka, Arya Kumbakarna, Dewi Sarpakenaka dan Arya Wibisana.

Prabu Danapati yang juga menginginkan Dewi Sukesi, begitu mengetahui Dewi Sukesi diperistri ayahnya sendiri, segera menyerang negara Alengka. Terjadilah pertempuran antara anak dan ayah. Akhirnya Resi Wisrawa tewas lemas kehabisan nafas.