Jumat, 18 Oktober 2013

ENTHIT

Cerita Legenda

CERITA LEGENDARIS :

Di pematang sawah ada seorang "Petani Muda" dengan pakaian lusuh dan wajah yg belepotan lumpur masyarakat di desa itu menyebutnya "Enthit"...
Enthit adalah Pemuda Tampan Kaya bertalenta yang hidupnya sederhana sebagai petani.

Berpakaian apa adanya,
Enthit punya beberapa pekerja yang gagah-gagah.
Di sekitar dimana "Enthit" bertempat tinggal, ada gadis cantik bunga desa yg tersohor dengan kecantikan dan kebaikan hatinya, sepenjuru wilayah karisidenan menyebutnya "Ragil Kuning"...

Sementara Ragil Kuning sudah dilamar oleh seorang pemuda yang dirahasiakan jati dirinya . Pada suatu hari si "Ragil Kuning" melewati wilayah persawahan dimana si Enthit lagi mencabuti rumput, dan membenahi pematang sawahnya.

Keduanya terlibat suatu percakapan :

Ragil Kuning : "Enttiiiit !!!!"
Entit : "Heeh kaget aku, jebul kok kuwe to Ragil Kuning ! Ragil Kuning, kowe kok ah ketok-ketok nyang endi cah ayu ?Aku wis rindu Cah Manis, Cah Manis .."
Ragil Kuning : "Sing nandur pari kuwi sopooooo, entiiit ?"
Entit : "Ragil kuning, kuwi sing nandur aku cah ayu. kowe arep po ? yen arep pek-en karbeh ...!! syukur yen gelem ambi aku sisan, pek en aku (ha ha ha ) ...."
Ragil Kuning : Gemaang Entiiit, aku mung takon wae kok .... Entttiiiiiiit .. !!
Entit : "Waduh mateng aku ... Ragil kuning , kuwe yen nyeluk jenengku iki rasane atiku mak-nyos mak-nyos, sakjak piye koyo wong entuk buntutan kae lho (hahaha) ..."
Ragil Kuning : "Sing nandur jagung gede-gede kuwi sopo, entiiiit ?"
Entit : "Sing nandur aku yo Wuk yo, pek en kabeh yo Wuk yo, Sing nandur aku yo Wuk yo, pek en kabeh yo Wuk yo, angger di-ijoli .."
Ragil Kuning : Gemaang entiiittt aku mung takon wae kokk, ... Entiiiiiittttt ..!!
Entit : "Halahh lah lah lah opoooo, Cah Ayu opo ? Kok pijer nyeluk terus sajak ada rasa iki. Aalalalalah ....!!"
Ragil Kuning : "Sing nandur timun mblenek-mblenek kuwi sopo Entiiit ?"
Entit : "Iyo aku cah ayu...., pek-en kabeh yo Wuk yo ...  Iyo aku Cah Ayu...., pek-en kabeh yo Wuk yo, angger di-ijoli ..."
Ragil Kuning : "Gemaang Entit aku mung takon wae kok..... Entiiiiiittt ..!!!"
Entit : "Aduuuh (bi)yung ...aduh (bi)yung. Kowe opo sido gelem tenan ta Wuk ?"
Ragil Kuning : Sing nandur kacang tolo-tolo kuwi sopo entit ?
Entit : "Ahh ...Prruuuuttt ... (ha ha ha ) CriiGiiiis ..!! Bocah kok crigis... dikandani aku yo aku... Ora ragil kuning, kuwi gelem ora ngladeni aku sak sungkeman wae heh ?"
Ragil Kuning : "Emooooh Entiiit,..  aku wis onok sing "nduwe" kok ...!!"
Entit : "Ah mbok gelem ....?!"
Ragil Kuning : "Ah mbok mooh ..!!"
Entit : "Ah muk sitik kok. Mumpung aku sik gelem lho Cah Ayu, yen aku Emoh kojor pithulikur kowe ! ... Yen kuwe emoh raiku tak delehke endi ...??"
Ragil Kuning : "Yo selehno kono wae to entit (ha ah ha ) ...!!"
Entit : "Lah lah lah ...... Opo soal bondo ? Yen bondo aku sugih Opo soal duwit, yen duwit, duwitku nganti jamuren kabeh. ... Yen duwit entek, tukhu ngono ... (ha ha ha ) ...!!"
Ragil Kuning : "Gemang-gemang Entiiitttt, aku mung takon wae kok....!!"
"Enthit" gemes merasa dipermalukan, mencoba merangkul "Ragil Kuning", namun sayang sekali  Ragil Kuning sangat lihai menghindarinya, si Enthit jatuh tersungkur terkena  Cundrik Sakti. Seketika itu pula si Enthit berubah menjadi "Pemuda yang sangat Tampan" (pemuda tampan dan pekerjanya itu tak lain adalah Raden Panji Asmoro Bangun berserta Pengawal pribadinya).
 
Tak berapa lama kemudian kabar itu tersebar keseluruh desa termasuk pada Aparat Desa dan orang tua Ragil Kuning. Para hulu balang dan para pengawal Raden Panji Asmoro Bangun memberitahukan bahwa si Enthit adalah Raden Panji Asmoro Bangun yang menyamar.

Kemudian para pengawal kerajaan itu memberitahukan bahwa yang melamar "Ragil Kuning " tak lain adalah "Raden Panji Asmoro Bangun"
segeralah seluruh penduduk desa mempersiapkan "Acara Pernikahan Enthit dan Ragil Kuning"

Lain dulu ... lain sekarang

Sekarang,
Banyak anak bangsa ini berlagak seolah Raden atau Pangeran. Merubah dirinya dengan harta kedudukannya yang tak jelas dari mana asalnya, agar supaya menjadi kaya, tampan dihormati orang atau untuk memikat hati orang ...
 
Aduh biyuuungggg ....!!
Betapa banyak para kaum laki-laki   berlagak Pangeran yang "Tebar Pesona dan Popularitas" dan betapa banyak para kaum wanita yang telah terperdaya di kanan kiri kita... Jaman semakin Edan, yen gak Edan gak keduman ... (Jarene arek-arek !!)

----------------------
VERSI SEJARAH :

Pada jaman dahulu di Kerajaan Jenggala, ada seorang ksatria yang sangat tampan lagi rupawan, bernama Raden Panji Asmara Bangun. Raden Panji Asmara Bangun adalah putra raja Jenggala, yang mempunyai seorang istri bernama Dewi Galuh Candrakirana. Sepadan dengan sang suami yang tampan dan rupawan, dara suntingan sang Panji Asmara Bangun ini sudah termashur kecantikannya. Di kolong langit ini tiada bandingnya. Pasangan yang sangat serasi ini, bagaikan Dewa Kamajaya dan Dewi Ratih yang menjelma ke mayapada, turun dari Kahyangan yang indah permai.

Konon kata sahibul hikayat, pada suatu waktu sang Panji Asmara Bangunpergi meninggalkan Kerajaan Jenggala, tanpa diketahui oleh sang istri. Kepergian sang suami yang tanpa memberitahu kepada dirinya ini, membuat Galuh Candrakirana menjadi prihatin. Akhirnya karena sangat berduka sang dewi lalu jatuh sakit. Ia selalu memikirkan kepergian sang suami yang dicintainya. Hatinya sangat menderita, “Tega benar kakanda Panji Asmara Bangun meninggalkan diriku”, Begitulah kata hatinya. Pada hal cinta Galuh Candrakirana kepada suaminya tiada taranya. Tiada suatu pun yang dapat dipakai untuk membandingkan kebesaran cinta sang putri kepada suaminya. Dapat dibayangkan betapa sedih hati Galuh Candrakirana, karena derita yang tiada tertahankan.

Penyakit yang diderita sang Dewi Galuh Candrakirana makin lama nampaknya semakin berat dan gawat. Tubuhnya menjadi sangat kurus, wajahnya nampak seperti mayat, pucat seperti kapas. Oleh karena itu sang raja Lembu Amiluhur segera mengadakan persidangan paripurna, untuk membicarakan geringnya sang putri serta kepergian Sang Panji Asmara Bangun yang tiada menentu ke mana arah dan tujuannya. Pada persidangan yang sangat penting ini semua pembantu-pembantu setia sang raja, para patih, mantri bupati dan para nayaka praja lain tiada satu pun yang ketinggalan.

Dalam sidang paripurna ini akhirnya diambil sebuah keputusan untuk menyuruh Raden Panji Gunung Sari berusaha mencari Raden Panji Asmara Bangun. Sebab hanya dengan menemukan kembali Panji Asmara Bangunlah penyakit sang Dewi Galuh Candrakirana dapat disembuhkan. Mengemban tugas yang cukup berat dari sang Raja Jenggala, maka sang Panji Gunung Sari pun segera berangkat untuk menunaikan tugas dan ke­wajibannya sebagai seorang Satria, dengan diiringkan oleh kedua orang abdinya yang sangat setia, yakti Bancak dan Doyok. Demikian sesudah utusan raja meninggalkan persidangan, maka segera persidangan itu dibubarkan. Sang raja kemudian masuk ke dalam sanggar pemujaan, memohon kepada Dewa yang menguasai alam raya ini, semoga Jenggala selalu dalam keadaan tenteram dan damai tanpa alangan rintangan.

Maka, terceriteralah pada waktu itu di Taman Keputren, Sang dyah ayu Candrakirana yang sedang gering ditunggui oleh adiknya dewi Ragil Kuning. Betapa hancur dan duka hati dewi Ragil Kuning menyak­sikan ayunda yang sangat dicintainya itu menderita sakit yang teramat payah. Jauh dalam dasar hatinya Ragil Kuning sangat menyalahkan ka­kandanya Panji Asmaia Bangun yang begitu tega meninggalkan isteri yang dicintainya tanpa pesan sama sekali. Tindakan gila itu telah bera­kibat sangat menyedihkan. Sekarang ayunda Galuh Candrakirana mende­rita gering yang amat berat, karena sangat dukanya.

Makin lama direnungkan makin tersayat hati Dewi Ragil Kuning menyaksikan ayundanya yang seakan sudah menjadi mayat, tinggal tulang belulang belaka. Dalam renung hatinya ia berkata, “Hanya kakanda Panji Asmara Bangun sajalah yang mampu menyembuhkan ayunda Galuh Candrakirana. Sakit ayunda karena sangat berduka ditinggalkan oleh suaminya yang sangat dicintainya. Ya, dewa, rasanya aku tak kuat lagi memandang saudaraku yang begitu menderita ini. Sebaiknya aku segera menyusul kakanda Panji Asmara Bangun. Hanya dengan inilah ayunda, engkau akan dapat sembuh kembali. Kita bisa ber­canda seperti sediakala. Kakang mbok, adinda mohon pamit, adinda akan mencari kakanda Panji Asmara Bangun. sampai ke ujung dunia sekalipun”.

Demikianlah bulat sudah tekad gadis yang teramat mencintai ayundanya. Dengan tiada diketahui oleh nayaka praja dan sentana praja, dengan diam diam Dewi Ragil Kuning meninggalkan Jenggala untuk mencari kakanda­nya Panji Asmara Bangun. Dengan satu tekad, tidak akan pulang kembali ke Jenggala jika belum menemukan kekanda Panji Asmara Bangun.

Konon menurut ujar para penambang, Dewi Ragil Kuning masuk hutan ke luar hutan naik gunung turun gunung, demi cintanya kepada ayunda Galuh Candrakirana. Tanpa diketahuinya, Dewi Ragil Kuning telah masuk daerah yang disebut desa Banjarsari.

Di desa Banjarsari adalah sepasang istri yang sudah lama mem­bangun mahligai rumah tangga. Namun meski sudah bertahun-tahun membangun sebuah kebahagiaan keluarga, mereka belum juga dikaruniai seorang putra. Dengan tekun dan tawakal, mereka berdua selalu mohon kepada Yang Maha Mencipta, agar mereka dikaruniai anak. Namun toh sampai saat itu harapan tinggal harapan, harapan yang semakin kelam, semantara usia merengut mereka pelan-pelan dari kemudaan. Akhirnya mereka pun pasrah pada kehendak Yang Maha Mengetahui.

Pada suatu hari, sang suami melepaskan ganjalan hatinya, sambil berkata, “Bu, bu, kita ini sudah bertahun-tahun membangun nidup bersama-sama. Tetapi hingga kini kita ini tidak dapat memperoleh anak”. Sang istri kemudian menjawab, katanya, “Iya lho pak, kita sudah lama mengharapkan kehadiran seorang anak. Aku kepingin sekali rasanya menggendong seorang anak kecil. Anak yang lahir dari rahimku sendiri. Ya, siapa orangnya yang tidak akan gembira, bila menyaksikan seorang ibu dengan penuh kasih sayang menggendong anaknya. Tapi, ya nyata­nya kita tidak memperolehnya. Sedih, dan memang inilah yang selalu menjadi ganjalan hatiku, pak”.

“Ah, ya sudahlah bu, kita harus pasrah dan mupus, Ya. kita me­mang berusaha. Dan kita tidak kurang-kurang berusaha. Tapi kan semua itu akhirnya Sang Penciptalah yang akan menentukan”, balas suaminya.

Demikianlah akhirnya mereka mupus. Akhirnya mereka pasrah kepada Yang Membuat Hidup ini. Tapi rupa-rupanya Sang Maha Mengeta­hui mempunyai rencana lain. Demikianlah pada suatu hari yang sangat baik, tiba-tiba muncullah seseorang ke rumah sepasang suami istri ter­sebut.

Lelaki yang muncul itu ternyata adalah semacam makhluk yang buruk wajahnya. Lagi pula suaranya sangat mengerikan karena banyak sekali menggunakan suara hidung. Lelaki itu ternyata, ingin ikut menghamba pada sepasang suami istri yang tidak dikaruniai anak tersebut. Rupanya sudah ditakdirkan oleh Yang Maha Mengetahui, lelaki berujud jelek ter­sebut ternyata diterima dengan senang hati untuk ikut pada sepasang suami istri itu, bahkan kemudian diangkat menjadi anaknya.

Terjadilah keajaiban-keajaiban yang menakjubkan bagi sepasang suami istri itu, setelah lelaki, buruk rupa itu ikut padanya. Lelaki buruk rupa itu yang kemudian diberi nama Entit, ternyata membawa keberuntungan yang tiada taranya bagi mereka. Rejeki dalam begitu cepat. Semua tanaman yang mereka tanam tumbuh dengan subur, hasilnya berlipat ganda. Tidak pernah mereka gagal dalam usaha pertanian mere­ka. Demikian juga usaha dalam peternakan, perikanan dan lain-lain. Pokoknya ternyata kehadiran Entit di tengah-tengah mereka memba­wa perubahan besar dalam hidup mereka sebagai manusia. Harkat mereka menaik dengan pesatnya, dan mereka menjadi orang yang terpandang dan disegani di antara orang-orang sedesanya. Semua ini adalah karena kehadiran Entit belaka. Itulah sebabnya mereka menjadi sangat sayang kepada anak angkatnya, melebihi segalanya.

Entit sendiri adalah seorang pemuda yang suka bekerja keras. Kegemarannya bertani, berternak, tiada tandingannya. Kepandaiannya dalam bidang pertanian ternyata tidak tanggung-tanggung. Dia ingin memberi contoh bahwa hanya dengan kerja keras manusia itu selayaknya dapat berada di antara manusia yang lain. Bermalas-malas dengan harap­an mengharapkan karya orang lain adalah perbuatan yang tidak terpuji.

Pada suatu hari Entit pergi ke sawah. Seperti biasa, alat perta­nian tidak pernah lepas dari dirinya. Pada waktu itu dia membawa cang­kul untuk menyiangi tanamannya di tegalan. Pada waktu itu dewi Ragil Kuning tersebut sampai ke daerah pategalan desa Banjarsari. Betapa terkejut hatinya katika menyaksikan ada makhluk yang sangat buruk dengan setan ada di hadapannya. Ia menjerit keras-keras dan berusaha lari akan minta bantuan.

Tidak hanya sang dewi Ragil Kuning yang sangat terkejut. Entit pun sangat terkejut juga, ketika melihat bahwa yang ada dihadapannya adalah putri Jenggala Dewi Ragil Kuning. Mengapa sang putri ini sampai di tlatah yang sangat berbahaya ini? Mengapa Entit terkejut? Siapakah sebenarnya Entit itu?.

Entit sebenarnya tiada lain adalah putra raja Jenggala, bernama Raden Panji Asmara Bangun yang baru meninggalkan kerajaan Jenggala, dan menyamar sebagai makhluk yang buruk rupa. Tidaklah mengheran­kan kalau Entit sendiri menjadi terkejut ketika melihat sang Dewi Ragil Kuning berada di tlatah yang rawan itu. Hatinya bagai diiris dengan sem­bilu, mengingat semua yang ditinggalkannya, dan melihat tekad adiknya untuk mencarinya. Ia merasa sangat khawatir, karena daerah Banjarsari merupakan daerah yang sangat gawat dan rusuh. Kejahatan-kejahatan meningkat dalam jumlah yang tinggi. Perbuatan-perbuatan maksiat, berjudi, mencuri, berzina, menghisap candu dan lain-lain sudah meraja­lela di desa Banjarsari ini. Sang Panji merasa terpanggil untuk menghancurkan kejahatan-kejahatan ini, dan merasa mempunyai kewajiban untuk melindungi adiknya sendiri si dewi Ragil Kuning, dari segala tin­dak angkara murka.

Oleh sebab itu dengan kesaktiannya, Raden Panji Asmara Bangun mencoba menenangkan hati adiknya dari rasa takut terhadap dirinya yang mirip dengan setan itu. Ternyata usaha ini berhasil, dan Ragil Kuning tidak melarikan diri lagi ataupun takut kepadanya. Bahkan ada semacam perasaan tenang dan damai berada di sisi Entit yang jelek rupa itu. Akhirnya mereka berdua bersahabat dengan baiknya. Sang dewi Ragil Kuning merasa mendapatkan seorang sahabat yang sangat baik di pengembaraan ini. Entit pun yang tidak lain adalah Panji Asmara Bangun juga merasa sangat suka dan gembira, sebab ia dapat memberi perlindung­an kepada adiknya tanpa diketahuinya.

Terkisahlah, munculnya gadis yang cantik jelita di desa Banjar-sari, membuat geger para pemuda di desa ini, yang memang sudah ter­kenal dengan pemuda-pemudanya yang berandalan.

Demikianlah perselisihan-perselisihan kecil sampai dengan besar tidak dapat dihindarkan lagi. Semua berusaha untuk memperebutkan Dewi Ragil Kuning yang cantik jelita itu. Tua muda, kaya miskin, tam­pan jelek, setiap hari yang dipergunjingkan hanya si Dewi Ragil Kuning. Bagaimana pun juga desa Banjarsari jadi semakin kisruh. Perbedaan pendapat dan perkelahian terus berlangsung di mana-mana. Entit selalu berusaha untuk melindungi Ragil Kuning. Siapa pun yang mencoba berani mengganggunya, ia siap untuk membelanya. Mula-mula memang banyak para pemuda yang meremehkan si Entit yang buruk rupa itu. Tetapi ternyata tidak ada seorang pun yang mampu menandinginya. Tidak ada seorang pun pemuda desa Banjarsari yang mampu mengalah­kannya. Akhirnya orang-orang menjadi jera dan takut kepada si Entit yang buruk rupa itu.

Maka terkisahkanlah perjalanan Raden Panji Gunung Sari yang mencari kakandanya Raden Panji Asmara Bangun. Dengan diiringkan oleh kedua orang abdinya yang setia, Bancak dan Doyok, mereka keluar masuk hutan, naik turun gunung, dan akhirnya tersesat sampai di desa Banjarsari. Pada waktu itu sedang terjadi pertengkaran sengit antara sekelom pok pemuda brandalan dengan Entit. Menyaksikan peristiwa ini Panji Gunung Sari segera melerai pertengkaran, dan bertindak sebagai juru penengah. Perkara dan sebab musabab perselisihan diusut oleh Raden Panji Gunung Sari. Betapa terkejutnya Sang Panji ketika mengetahui bah­wa sumber segala pertengkaran dan mala petaka itu tidak lain ialah mem­pertengkarkan dan memperebutkan wanita ayu jelita Dewi Ragil Kuning Padahal, Dewi Ragil Kuning adalah calon isteri Raden Panji Gunung Sari Oleh karena itu Panji Gunung Sari sangat marah. Terjadilah perselisihan pendapat antara Entit dengan Panji Gunung Sari. Pertengkaran dan pepe­rangan antara keduanya sudah tak dapat dihindarkan lagi.

Maka terjadilah pertempuran yang sengit antara dua orang sakti, yang matang dalam segala ulah keprajuritan. Keduanya sama-sama ber­darah bangsawan yang memiliki kepandaian ulah’senjata melebihi orang kebanyakan. Keduanya adalah putra raja Jenggala dan Kediri. Keduanya adalah benteng-benteng kerajaan Jenggala dan Kediri. Oleh sebab itu pertempuran mereka membuat orang-orang yang menyaksikannya, terheran-heran. Afangkah hebat dan saktinya mereka. Alangkah trampilnya mereka akan ulah senjata dan peperangan.

Para pemuda brandal yang berada di sekitar peperangan itu men­jadi terbengong-bengong. Kemampuan yang mereka miliki ternyata tidak ada artinya sama sekali jika dibandingkan dengan kesaktian kedua ksatria yang sedang mengadu nyawa tersebut. Tata gerak yang dimiliki oleh kedua ksatria yang sedang bertempur itu di luar jangkauan kemampuan mereka. Ilmu yang dimiliki oleh kedua ksatria itu ternyata sangat jauh dengan apa yang mereka mili­ki, yang mereka sombongkan dan agungkan. Bergetarlah dada mereka menyaksikan pertempuran yang maha hebat itu.

Namun pada akhir pertempuran itu tampaklah bahwa Entit yang tidak lain adalah Panji Asmara Bangun itu ternyata memiliki kepandaian dan tataran ilmu selapis di atas Panji Gunung Sari. Oleh karena itu pelan-pelan akhirnya nampak bahwa Panji Gunung Sari mulai terdesak. Tidak kuat menahan gempuran-gempuran hebat dari se Entit yang buruk rupa, akhirnya Panji Gunung Sari mengeluarkan pusaka sakti andalannya Dengan senjata andalannya ini kemudian ia terus mendesak Entit. Akhir­nya si Entit terkena pusaka sakti si Panji Gunung Sari. Demikianlah tiba-tiba langit menjadi gelap gulita dan hujan menderu-deru. Jasad Entit lenyap dan tiba-tiba muncullah seorang ksatria tampan, yang tidak lain adalah Raden Panji Asmara Bangun.

Betapa terkejutnya Raden Panji Gunung Sari ketika menyaksikan bahwa jasad Entit lenyap dan muncul kakandanya sendiri Panji Asmara Bangun. Kemudian ia menyampaikan permintaan maaf atas kelantangan­nya. Kegembiraan meliputi suasana alam pada waktu itu. R agil Kuning, Bancak dan Doyok, dan juga seluruh para kawula desa Banjarsari. Yang dicari dengan bersusah payah sekarang telah dapat diketemukan kembali.

Panji Asmara Bangun memberikan petua-petua kepada para ka­wula desa Banjarsari, supaya, menjauhkan diri dari segala perbuatan mak­siat, yaitu, mencuri, minum, makan royal, main perempuan, main judi. Perbuatan terkutuk ini supaya benar-benar dihindari dan kembali ke jalan yang benar. Sebagai rakyat pedesaan supaya kembali menggalak­kan usaha dalam bidang pertanian, peternakan, sikap saling menghormati dan mencintai sesama manusia supaya dikembangkan dengan sebaik-baiknya. Perselisihan dan pertengkaran antara sesama supaya dihindarkan

Akhirnya dengan perasaan lega dan gembira, ksatria tampan dan rupawan Panji Asmara Bangun kembali ke Kerajaan Jenggala dengan dii­ringkan oleh Ragil Kuning, Panji Gunung Sari, Bancak dan Doyok, serta diantarkan sampai ke pintu gerbang pedesaan oleh seluruh para kawula desa Banjarsari. Demikianlah, selalah Raden Panji Asmara Bangun kembali ke Jenggala, maka Galuh Candrakirana pun berangsur-angsur sembuh. Hatinya kini menjadi tenang dan tenteram, akhirnya bisa sehat kembali seperti sedia kala. Suka cita meliputi seluruh kerajaan Jenggala. Sang raja Lembu Amiluhur sangat bersyukur, bahwa puterinya, kini dapat sem­buh kembali. Demikian segenap para nayaka praja, sentana istana dan segenap kawula di Jenggala. merupakan sebuah kerajaan yang lestari, subur makmur, tenang, tenteram dan damai. Tata pemerintahan berjalan dengan baiknya serta roda perputaran ekonomi berkembang pula dengan baiknya.

 ‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾                             
Artikel di atas dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur:   Cerita Rakyat Daerah Jawa Timur. Drs. Leo Indra Ardiana, Jakarta, 1984, hlm.

Scene dari berbagai Sumber : di sini