CERITA LEGENDA :
Jaman si-Mbah biyen nang Jawa Tengah ....
Onok legenda bibit kawitane pari Jawa sing antik ..
Jarene sumber cerito ...
Nalika jaman semono nang Kahyangan (= jarene negoro atas angin)...
Betoro Guru sing nge'Rajani Kerajaan Langit, ngongkon poro Dewo lan Dewi gotong royong urun tenaga gawe keraton anyar ing Kahyangan ...
Sopo wae sing ora gelem manut perintahe Bethara Guru dianggep "Dewo Methel" ( = pemalas), sing kudhu dikthok tangan lan sikile ...
Nenek moyang kita dari daerah Jawa
mempunyai legenda asal-usul padi Jawa yang unik. Kata yang empunya cerita,
Dahulu kala di Kahyangan, Batara Guru yang menjadi penguasa tertinggi kerajaan
langit, memerintahkan segenap dewa dan dewi untuk bergotong-royong,
menyumbangkan tenaga untuk membangun istana baru di kahyangan. Siapapun yang
tidak menaati perintah ini dianggap pemalas, dan akan dipotong tangan dan
kakinya. Mendengar titah Batara Guru, Antaboga (Anta) sang dewa ular sangat
cemas. Betapa tidak, ia samasekali tidak memiliki tangan dan kaki untuk
bekerja. Jika harus dihukum pun, tinggal lehernyalah yang dapat dipotong, dan
itu berarti kematian. Anta sangat ketakutan, kemudian ia meminta nasihat Batara
Narada, saudara Batara Guru, mengenai masalah yang dihadapinya. Tetapi sayang
sekali, Batara Narada pun bingung dan tak dapat menemukan cara untuk membantu
sang dewa ular. Putus asa, Dewa Anta pun menangis terdesu-sedu meratapi betapa
buruk nasibnya.
Akan tetapi ketika tetes air mata
Anta jatuh ke tanah, dengan ajaib tiga tetes air mata berubah menjadi mustika
yang berkilau-kilau bagai permata. Butiran itu sesungguhnya adalah telur yang
memiliki cangkang yang indah. Barata Narada menyarankan agar butiran mustika
itu dipersembahkan kepada Batara Guru sebagai bentuk permohonan agar beliau
memahami dan mengampuni kekurangan Anta yang tidak dapat ikut bekerja membangun
istana.
Dengan mengulum tiga butir telur
mustika dalam mulutnya, Anta pun berangkat menuju istana Batara Guru. Di tengah
perjalanan Anta bertemu dengan seekor burung gagak yang kemudian menyapa Anta
dan menanyakan kemana ia hendak pergi. Karena mulutnya penuh berisi telur Anta
hanya diam tak dapat menjawab pertanyaan si burung gagak. Sang gagak mengira
Anta sombong sehingga ia amat tersinggung dan marah. Burung hitam itu pun
menyerang Anta yang panik, ketakutan, dan kebingungan. Akibatnya sebutir telur
mustika itu pecah. Anta segera bersembunyi di balik semak-semak menunggu gagak
pergi. Tetapi sang gagak tetap menunggu hingga Anta keluar dari rerumputan dan
kembali mencakar Anta. Telur kedua pun pecah, Anta segera melata beringsut lari
ketakutan menyelamatkan diri, kini hanya tersisa sebutir telur mustika yang
selamat, utuh dan tidak pecah.
Akhirnya Anta tiba di istana Batara
Guru dan segera mempersembahkan telur mustika itu kepada sang penguasa
kahyangan. Batara Guru dengan senang hati menerima persembahan mustika itu.
Akan tetapi setelah mengetahui mustika itu adalah telur ajaib, Batara Guru
memerintahkan Anta untuk mengerami telur itu hingga menetas. Setelah sekian
lama Anta mengerami telur itu, maka telur itu pun menetas. Akan tetapi secara ajaib
yang keluar dari telur itu adalah seorang bayi perempuan yang sangat cantik,
lucu, dan menggemaskan. Bayi perempuan itu segera diangkat anak oleh Batara
Guru dan permaisurinya.
Nyi Pohaci Sanghyang Sri adalah nama
yang diberikan kepada putri itu. Seiring waktu berlalu, Nyi Pohaci tumbuh
menjadi seorang gadis yang cantik luar biasa. Seorang putri yang baik hati,
lemah lembut, halus tutur kata, luhur budi bahasa, memikat semua insan. Setiap
mata yang memandangnya, dewa maupun manusia, segera jatuh hati pada sang dewi.
Akibat kecantikan yang mengalahkan semua bidadari dan para dewi khayangan,
Batara Guru sendiri pun terpikat kepada anak angkatnya itu. Diam-diam Batara
guru menyimpan hasrat untuk mempersunting Nyi Pohaci. Melihat gelagat Batara
Guru itu, para dewa menjadi khawatir jika dibiarkan maka skandal ini akan
merusak keselarasan di kahyangan. Maka para dewa pun berunding mengatur siasat
untuk memisahkan Batara Guru dan Nyi Pohaci Sanghyang Sri.
Akhirnya Anta tiba di istana Batara
Guru dan segera mempersembahkan telur mustika itu kepada sang penguasa
kahyangan. Batara Guru dengan senang hati menerima persembahan mustika itu.
Akan tetapi setelah mengetahui mustika itu adalah telur ajaib, Batara Guru
memerintahkan Anta untuk mengerami telur itu hingga menetas. Setelah sekian
lama Anta mengerami telur itu, maka telur itu pun menetas. Akan tetapi secara ajaib
yang keluar dari telur itu adalah seorang bayi perempuan yang sangat cantik,
lucu, dan menggemaskan. Bayi perempuan itu segera diangkat anak oleh Batara
Guru dan permaisurinya.
Nyi Pohaci Sanghyang Sri adalah nama
yang diberikan kepada putri itu. Seiring waktu berlalu, Nyi Pohaci tumbuh
menjadi seorang gadis yang cantik luar biasa. Seorang putri yang baik hati,
lemah lembut, halus tutur kata, luhur budi bahasa, memikat semua insan. Setiap
mata yang memandangnya, dewa maupun manusia, segera jatuh hati pada sang dewi.
Akibat kecantikan yang mengalahkan semua bidadari dan para dewi khayangan,
Batara Guru sendiri pun terpikat kepada anak angkatnya itu. Diam-diam Batara
guru menyimpan hasrat untuk mempersunting Nyi Pohaci. Melihat gelagat Batara
Guru itu, para dewa menjadi khawatir jika dibiarkan maka skandal ini akan
merusak keselarasan di kahyangan. Maka para dewa pun berunding mengatur siasat
untuk memisahkan Batara Guru dan Nyi Pohaci Sanghyang Sri.
Untuk melindungi kesucian Nyi
Pohaci, sekaligus menjaga keselarasan rumah tangga sang penguasa kahyangan,
para dewata sepakat bahwa tak ada jalan lain selain harus membunuh Nyi Pohaci.
Para dewa mengumpulkan segala macam racun berbisa paling mematikan dan segera
membubuhkannya pada minuman sang putri. Nyi Pohaci segera mati keracunan, para
dewa pun panik dan ketakutan karena telah melakukan dosa besar membunuh gadis
suci tak berdosa. Segera jenazah sang dewi dibawa turun ke bumi dan dikuburkan
ditempat yang jauh dan tersembunyi.
Lenyapnya Dewi Sri dari kahyangan
membuat Batara Guru, Anta, dan segenap dewata pun berduka. Akan tetapi sesuatu
yang ajaib terjadi, karena kesucian dan kebaikan budi sang dewi, maka dari
dalam kuburannya muncul beraneka tumbuhan yang sangat berguna bagi umat
manusia. Dari kepalanya muncul pohon kelapa; dari hidung, bibir, dan telinganya
muncul berbagai tanaman rempah-rempah wangi dan sayur-mayur; dari rambutnya
tumbuh rerumputan dan berbagai bunga yang cantik dan harum; dari payudaranya
tumbuh buah buahan yang ranum dan manis; dari lengan dan tangannya tumbuh pohon
jati, cendana, dan berbagai pohon kayu yang bermanfaat; dari alat kelaminnya
muncul pohon aren atau enau bersadap nira manis; dari pahanya tumbuh berbagai
jenis tanaman bambu, dan dari kakinya mucul berbagai tanaman umbi-umbian dan
ketela; akhirnya dari pusaranya muncullah tanaman padi, bahan pangan yang
paling berguna bagi manusia.
Versi lain menyebutkan padi berberas
putih muncul dari mata kanannya, sedangkan padi berberas merah dari mata
kirinya. Singkatnya, semua tanaman berguna bagi manusia berasal dari tubuh Dewi
Sri Pohaci. Sejak saat itu umat manusia di pulau Jawa memuja, memuliakan, dan
mencintai sang dewi baik hati, yang dengan pengorbanannya yang luhur telah memberikan
berkah kebaikan alam, kesuburan, dan ketersediaan pangan bagi manusia. Pada
sistem kepercayaan Kerajaan Sunda kuna, Nyi Pohaci Sanghyang Sri dianggap
sebagai dewi tertinggi dan terpenting bagi masyarakat agraris.
Ritual dan Adat
Meskipun kini orang Indonesia
kebanyakan adalah muslim atau beragama hindu, sifat dasarnya tetap bernuansa
animisme dan dinamisme. Kepercayaan lokal seperti Kejawen dan Sunda Wiwitan
tetap berakar kuat dan pemuliaan terhadap Dewi Sri terus berlangsung bersamaan
dengan pengaruh Hindu, Buddha, Islam, dan Kristen. Beberapa kraton di
Indonesia, seperti kraton di Cirebon, Ubud, Surakarta, dan Yogyakarta tetap
membudayakan tradisi ini. Sebagai contoh upacara slametan atau syukuran panen
di Jawa disebut Sekaten atau Grebeg Mulud yang juga berbarengan dengan perayaan
Maulid Nabi Muhammad. (Dipetik dari berbagai sumber)